IslamToday ID –Pupuk bersubsidi seperti NPK, Urea, Kasiel dan Pospat kembali langka. Salah satu daerah yang mengalami kelangkaan pupuk ialah Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Petani pun terpaksa menambah anggaran untuk menggunakan pupuk nonsubsidi yang harganya jauh lebih mahal.
“Kita membeli pupuk NPK bersubsidi Rp2.000/kg, namun kini menjadi Rp11 ribu/kg karena pupuk non subsidi itu,” kata Ruhayana, Ketua Kelompok Tani Sukabungah Desa Tambakbaya Kecamatan Cibadak Kabupaten Lebak, Senin (31/8/2020).
Ruhyana mengungkapkan kelangkaan pupuk subsidi sudah berlangsung sejak Januari lalu. Ia dan teman-temannya sesama petani di Lebak harus membeli pupuk non subsidi dengan harga yang cukup tinggi. Akibatnya total biaya sarana prasarana produksi pun naik dari yang normalnya Rp 11 juta naik menjadi Rp 15 juta per hektar.
“Melonjaknya biaya produksi itu karena petani membeli pupuk non subsidi,” ungkap Ruhyana.
Selain Ruhyana, Arifin petani asal Dusun Jonggrong, Desa Tanggalrejo, Kecamatan Mojoagung, Kabupaten Jombang, Jawa Timur juga mengeluhkan hal yang serupa. Ia mengungkapkan kelangkaan pupuk terjadi sejak tiga pekan terakhir. Akibatnya ia terpaksa membeli pupuk non subsidi hingga ke Mojokerto
“Di sana pun tidak dapat subsidi, saya harus beli pupuk urea non-subsidi, dapatnya di Kabupaten Mojokerto,” tutur Arifin (31/8/2020).
Ia mengungkapkan, 50 kg pupuk urea non subsidi diperolehnya dengan harga Rp 260 ribu. Biasanya dengan pupuk urea bersubsidi ia hanya mengeluarkan uang senilai Rp 105 ribu. Akibatnya, biaya yang harus dikeluarkan untuk kebutuhan pertanian meningkat drastis.
“Sudah Rp 1 juta untuk satu kali pemupukan, padahal jagung butuh dua sampai tiga kali pemupukan selama masa tanam, belum ongkos lainnya,” ucap Arifin.
Alokasi Pupuk Subsidi Dikurangi
Kepala Bidang Sarana Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Lebak, Nana Mulyana mengakui adanya pengurangan alokasi pupuk subsidi di Kabupaten Leba. Pengurangan ini ditetapkan langsung oleh pemerintah pusat melalui Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No.01/2020 tentang Alokasi dan Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi.
Permentan No.01/2020 yang terbit pada 2 Januari 2020 lalu menjadi penanda jika alokasi pupuk bersubsidi dari pemerintah di tahun 2020 mengalami pengurangan. Dari semula 8,6 juta ton menjadi 7,9 juta ton. Bahkan dari jumlah tersebut sebanyak 10 persen dari 7,9 juta ton pupuk dimasukan dalam kelompok pupuk cadangan. Sehingga jumlah pupuk yang didistribusikan hanya 7,1 juta ton pupuk.
Pada tahun 2020 ini melalui Permentan tersebut dijelaskan bahwa pupuk bersubsdi terdiri atas pupuk anorganik dan organik. Pupuk anorganik meliputi Urea, SP-36, ZA dan NPK. Penyaluran pupuk bersubsdi tersebut dilaksanakan oleh PT Pupuk Indonesia yang telah ditunjuk oleh Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Sebelumnya, Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo menjamin stok dan distribusi pupuk aman. Ia mengaku telah menghitung dengan benar kebutuhan pupuk para petani. Ia bahkan memastikan tidak tau betul jika terjadi kekurangan, sebab telah terbiasa melakukan distribusi. Menurut perhitungannya petani membutuhkan 15 juta ton pupuk, selama empat bulan ke depan terhitung sejak Oktober.
“Kita hitung betul dengan detail. Kita sudah terbiasa dengan distribusi. Kita tahu di mana macetnya. Kalau terjadi kekurangan, kita tahu di mana kesalahannya. Pupuk ini begitu penting bagi petani,” ucap Syahrul (28/8/2020). seperti dikutip dari republika.co.id (28/8)
Syahrul menjelaskan jika proses pengambilan pupuk subsidi harus menggunakan Kartu Tani. Penggunaan Kartu Tani akan diberlakukan secara bertahap. Menurutnya Kartu Tani digunakan untuk mendapatkan pupuk bersubsidi secara tertutup.
“Kartu tani adalah hal yang tak bisa ditawar. Maka, sistemnya harus dilengkapi, disempurnakan, minimal untuk jangka waktu dua tahun ke depan,” jelas Syahrul.
Penulis: Kukuh Subekti