IslamToday ID –Di tengah pandemi Corona, DPR tetap melanjutkan sidang pembahasan Omnibus Law Cipta Kerja. Bahkan dalam masa reses DPR pada Juli lalu, pembahasan RUU Omnibus law dilanjutkan dan mengabaikan gelombang penolakan
Pendiri Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES), Prof. Emil Salim. Emil menduga bahwa DPR tidak memahami jika tujuan omnibuslaw tidak tepat. Ia melihat kondisi ini sebagai wujud rendahnya kualitas pemerintahan.
“Saya rasa DPR tidak mengerti bahwa arah dari omnibus law itu tidaklah tepat, jadi ada hal yang misinterpretasi dari keadaan (rendahnya kualitas governance Indonesia),” kata Emil dikutip dari channel youtube, bravos radio Indonesia (03/09/2020).
Menurutnya dampak dari pembahasan Omnibus Law Cipta Kerja di DPR tersebut justru akan membahayakan Indonesia. Salah satu contoh dari rendahnya kualitas governance Indonesia terlihat dalam rendahnya penyerapan anggaran Covid-19 yang menurutnya tidak sampai 50-60 persen.
“Kualitas governance, kita sangat rendah jadi ada bahayanya kalau pola yang dibicarakan di DPR untuk menaikan wewenang ke pemerintah pusat sedangkan pemerintah pusat di dalam mengabsorsi, menyerap anggaran Covid saja sudah tidak sampai 50-60 persen,” jelas Emil.
Lebih lanjut Emil mengkritisi dampak dari adanya Omnibus Law di masa mendatang. Ia mengatakan akan lebih baik jika pemerintah saat ini fokus pada pembinaan, memberikan jaminan untuk generasi 15-35 tahun yang akan menjadi tumpuan di tahun 2045.
“Selamatkan 15-35 tahun generasi ini, rangkul ASN 15-35 tahun ini, tingkatkan dia punya kualitas pendidikan setingkat dengan Singapur, habis-habisan ke sini (pendidikan),” ujar Emil.
Sebelumnya, Omnibus Law Cipta Kerja pertama kali dikenalkan ke publik secara resmi dalam pidato pelantikan Presiden Jokowi pada 20 Oktober 2019 silam. Sejak saat itu RUU Omnibus Law menimbulkan kegaduhan. Namun, ini Presiden Jokowi bersikukuh akan menggunakan Omnibus Law sebagai alat pendongkrak ekonomi Indonesia di tahun 2021 mendatang. Hal ini terungkap dalam pidato kenegaraan presiden pada sidang tahunan MPR (14/8) lalu.
DPR pun terkesan memuluskan rencana pemerintah tersebut. Terbukti dengan terus membahas RUU omnibus law di tengah pandemic dan gelombang penolakan.
Oligarki dan Omnibus Law
Guru Besar Administrasi Prof Dr Sofian Effendi mengungkapkan, bahwa sosok di balik Omnibus Law yang kini tengah digodog oleh pemerintah dan DPR adalah para oligarki. Mereka kaum oligarki menggunakan kekuasaan dan kekayaannya untuk menguasai politik dan menguasai kebijakan-kebijakan publik di Indonesia. Hal itu dilakukan demi kepentingan mereka.
“Inilah yang kita lihat dengan ombus law-ombus law (Omnibus Law) itu. Ombus Law itu kan dibaliknya adalah oligar-oligar yang berkepentingan untuk menguasai sumberdaya natural resources di Indonesia ini,” jelas Sofian.
Menurutnya para oligarki adalah orang-orang yang ada di balik pemerintahan saat ini. Mereka memonopoli kekayaan sumber daya alam Indonesia. di Indonesia seseorang bisa saja menguasai saham lebih dari 50 persen hingga 99 persen melalui anak perusahannya.
“Itu yang mendorong timbulnya oligarki-oligarki. Dan oligarki itu menguasai salah satu resources yang tidak renewable, tanah. Tanah sudah ditangan oligarki, itu yang terjadi di Jakarta dengan reklamasi-reklamasi,” jelasnya.
Ia mengatakan bahwa kedekatan-kedekatan mereka dengan pihak pemerintah, mereka manfaatkan untuk menguasai sumber daya yang ada. Salah satunya yang terjadi di Jakarta ialah penguasaan atas tanah-tanah di sana, yang dibeli dengan murah lalu dijualnya dengan harga mahal.
“Dan itulah yang berada dibalik pemerintahan yang sekarang ini,” imbuhnya Sofian.
Sofian mengatakan jika ingin membatasi munculnya kaum oligarki maka Indonesia perlu membuat sebuah kebijakan khusus. Ia mencontohkan bagaimana negara-negara kapitalis berupaya menahan munculnya oligarki. Caranya dengan membatasi kepemilikan saham bagi seseorang seperti yang terjadi di Amerika.
Penulis: Kukuh Subekti