IslamToday ID – Tahap awal Pilkada Serentak 2020 diawali dengan pelanggaran protokol kesehatan. Para peneliti khawatir, Pilkada Serentak 2020 akan menimbulkan klaster baru penularan covid-19. Terlebih 4 calon kepala daerah terpapar covid-19 usai mendaftar sebagai calon kepala daerah.
Bawaslu mencatat ada 141 dari 315 bakal pasangan calon (bapaslon) kepala daerah melanggar protokol kesehatan. Dugaan pelanggaran ini terkait dengan jumlah massa yang datang ke kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) saat pendaftaran peserta Pilkada.
“141 bapaslon tersebut diduga melanggar aturan PKPU (Peraturan PKU) yang secara tegas melarang konvoi dan arak-arakan di tengah pandemi covid-19,” kata anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Fritz Edward Siregar dalam keterangan persnya, Sabtu, 5 September 2020.
Lanjut Fritz, Bawaslu bakal memberikan teguran atas ratusan temuan tersebut. Pihaknya juga kan melaporkan Bapaslon yang melakukan pelanggar protokol kesehatan kepada pihak yang berwenang.
Fritz menambahkan, sebelumnya KPU telah mensosialisasikan mekanisme pendaftaran paslon. Partai pengusung dan pendukung cukup membawa bapaslon, liaison officer penghubung, dan perwakilan pengurus parpol, tanpa menggelar konvoi atau arak-arakan massa.
“Kita membutuhkan ketegasan masing-masing pihak menerapkan protokol kesehatan. Ketegasan dari Kepolisian, Satpol PP, satgas, pemda, dan seluruh pihak untuk menerapkan protokol kesehatan,” ujar Fritz.
Sebagai informasi, sebanyak 270 daerah, yang terdiri dari 9 provinsi, 224 kabupaten dan 37 kota dijadwalkan akan menyelenggarakan Pilkada serentak pada 9 Desember 2020 mendatang.
Kekhawatiran akan terjadinya klaster baru penyebaran covid-19 menguat, saat pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Bolaang Mongondow Selatan (Bolsel), Sulawesi Utara, Riston Mokoagow dan Selviah Van Gobel (Riski) dinyatakan positif Covid-19. Selain itu, Arsyad Kasmar (calon bupati Luwu Utara), Irwan Bachri (calon bupati Luwu Timur) juga terpapar covid-19.
Dikutip dari okezone.com, Ahli Epidemiologi Universitas Hasanuddin (Unhas), Prof Ridwan Amiruddin tak menampik adanya kemungkinan kemunculan klaster pilkada. Pengerahan massa oleh tiap kandidat yang abai akan protokol kesehatan menjadi pemicu utama.
“Ini tentu menjadi warning bagi penyelenggara pilkada khususnya KPU. Bahwa protokol kesehatan itu tidak bisa dilaksanakan dengan optimal pada situasi ini,” ujar Ridwan Ahad, (6/9/2020).
Ketua Tim Konsultan Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Sulsel merekomendasikan agar tiap kandidat memimalisir mobilisasi massa. Menurut Ridwan, seharusnya calon kepala lebih kreatif dalam meracik kampanye. Misalnya dengan sistem kampenye digital yang lebih cocok dalam situasi pandemic. Ia menilai, kampanye dengan pengerahan massa tidak relevan lagi di tengah pandemi ini.
“Mobilisasi massa yang kampanye konvensional yang paling sulit dikontrol untuk patuh protokol. Karena psikologi massa yang kehilangan tanggung jawab individu ke tanggung jawab yang mengambang, ahirnya tidak ada yang peduli,” imbuhnya
Sebelumnya, Peneliti Utama Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro dalam webinar bertajuk Pilkada dan Konsolidasi Demokrasi Lokal yang diselenggarakan oleh MMD Initiative, pada Sabtu (5/9) juga telah mengingatkan, pelanggaran protokol kesehtan dalam proses Pilkada memiliki resiko yang sangat besar.
Menurutnya, tak ada tawar menawar dalam pelaksanaan protokol kesehatan. Jika tidak akan terjadi klater baru penyebaran covid-19.
“Pilkada adalah kompetisi juga kontestasi secara terbuka sehingga pelibatan masyarakat akan terjadi. Namun di tengah pandemi ini protokol kesehatan harus ditaati semua pihak supaya tidak terjadi penyebaran virus di 270 daerah yang menggelar pilkada,” ujarnya. (AS)