IslamToday ID — Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan baru-baru ini mengungkapkan arah tren kendaraan mobil listrik bukannya tanpa kritik.
Perlu diketahui, bagi industri yang mengembangkan mobil listrik di dalam negeri ada rangsangan insentif. Insentif berikutnya adalah tax holiday (pengurangan/penghapusan pajak) untuk industri kendaraan listrik yang terintegrasi dengan industri baterainya.
“Kalau peraturan-peraturan, kita semua buat. Kita mau supaya pajaknya dia (mobil listrik) nol lebih rendah daripada hybrid,” ungkap Luhut dalam webinar yang bertajuk Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik dan Infrastruktur Pendukung yang diunggah di Youtube IA ITB SUMUT, mengutip laporan Detik Senin (7/9),
“Jepang marah sama kita, kenapa tidak hybrid dulu kalian. Nah, saya dituduh pro China. Saya bilang urusan apa pro china,” sambungnya.
“Kenapa saya mesti ke hybrid, kalau saya bisa langsung ke baterai. Saya tanya ke Prof Satrio, bagaimana, Prof? lha iyalah, Prof Satrio bilang ‘ngapain kita habiskan waktu kita pergi lagi ke hybrid, investasi lagi, nanti ubah sini, kita bisa potong jalan (langsung ke battery electric vehicles), nah itu yang sekarang kita lakukan, sehingga Indonesia menjadi lebih bagus,” jelas Luhut.
Momentum Pengembangan Mobil Listrik
Menko Kemaritiman dan Investasi, Luhut B. Panjaitan, menilai saat ini merupakan momentum terbaik mengembangkan kendaraan listrik di Indonesia.
Sekalipun masih harus menggandeng negara lain yang sudah terlebih dahulu maju di industri berbahan bakar nonfosil tersebut.
“Untuk mengembangkan kendaraan listrik nasional saya termasuk yang paling ngotot. Karena kita tidak mau terus menerus menjadi pasar impor kendaraan,” kata Luhut dilansir dari Antara, Ahad (6/9/2020).
“Apalagi teknologi kendaraan listrik relatif lebih mudah dikembangkan dan Indonesia memiliki nikel terbesar di dunia sebagai bahan baku pembuatan baterai,” kata Luhut lagi.
Luhut mengatakan, pemerintah telah mengeluarkan sejumlah payung hukum untuk mengembangkan kendaraan listrik, seperti Perpres Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle) untuk Transportasi Jalan.
Perpres No 55 Tahun 2019 ini menandakan kebangkitan Indonesia untuk menjadi produsen kendaraan listrik. Untuk mengembangkan kendaraan listrik, imbuh Luhut, Indonesia menggandeng dengan sejumlah negara antara lain China yang teknologi industri tersebut sudah sangat maju dan bahkan hampir merajai kendaraan listrik di dunia.
Belajar dari China
Menurut Luhut, Indonesia tidak perlu naif untuk belajar teknologi kendaraan listrik dari China mengingat negara itu memiliki pengalaman sangat lama dalam mengembangkan kendaraan listrik. Namun demikian, ke depannya harus ada transfer teknologi yang nantinya bisa dikembangkan oleh tenaga-tenaga ahli orang Indonesia.
“Untuk itu Indonesia sudah mengirimkan banyak tenaga-tenaga ahli dari berbagai universitas terkemuka dikirim ke China untuk belajar kendaraan listrik. Kita pelajari keberhasilannya juga kesalahan yang pernah mereka alami,” kata Luhut.
Penasehat Khusus Bidang Kebijakan Inovasi dan Daya Saing Industri Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi Satryo Soemantri, mengatakan Indonesia dinilai telah siap menjadi produsen kendaraan listrik selain juga memiliki cadangan bahan baku berupa nikel dan kobalt sangat besar untuk dikembangkan menjadi industri baterai lithium sebagai komponen utama kendaraan listrik.
“Kita tentunya tidak ingin menjadi importir kendaraan terus-menerus, tapi harus bisa memproduksi kendaraan listrik. Dari sisi teknologi sebenarnya Indonesia sudah bisa menguasai,” kata Satryo.
Pemerintah juga mendorong swasta yang selama ini mengimpor kendaraan listrik untuk segera membangun pabrik kendaraan listrik di Indonesia dengan menggandeng prinsipal dari luar negeri.
Menurut Satryo, untuk tahap pertama Indonesia akan mencoba mengembangkan dua hal. Pertama, mengembangkan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai, dan kedua mengembangkan baterai lithium sebagai komponen penggerak utama dari kendaraan listrik.
“Harus berjalan paralel. Pengembangan kendaraan dan baterai, jalan bersama,” jelasnya, dikutip dari Kompas.
Investasi Korsel
Sementara itu, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Indonesia (BKPM) Bahlil Lahadalia mengatakan, perusahaan otomotif asal Korea Selatan Hyundai tertarik membangun pabrik mobil listrik di Jawa Barat (Jabar).
Bahlil menyebut Hyundai sudah berkomitmen menyediakan modal senilai 2 miliar dolar AS atau sekitar Rp 28 triliun (kurs Rp 14.000 per dollar AS) dengan realisasi secara bertahap.
“Nantinya investasi akan masuk dalam dua tahap. Tahap pertama 1,5 miliar dolar AS untuk membangun pabrik,” Ucap Bahlil.
Pabrik Hyundai akan mulai dibangun pada tahun ini dan produksi mobil listrik lokal akan mulai pada tahun 2021.
Sementara itu, President Director of Hyundai Motors Indonesia Sung Jong Ha, juga menyambut baik kerja sama tersebut. Ia berkomitmen untuk bersama memajukan industri mobil listrik Indonesia.
“Hyundai akan membantu Indonesia untuk mencapai tujuannya menciptakan mobil listrik,” jelas Sung Jong Ha.[IZ]