IslamToday ID –Wacana penundaan Pilkada 2020 semakin sulit direalisasikan. Pasalnya, Presiden, DPR dan KPU kompak untuk melanjutkan Pilkada 2020. Padahal dalam beberapa bulan terakhir kasus Covid-19 di Indonesia terus mengalami kenaikan.
“Penyelenggaraan pilkada harus tetap dilakukan dan tidak bisa menunggu sampai pandemi berakhir, karena memang kita tidak tahu, negara mana pun tidak tahu kapan pandemi Covid ini berakhir,” kata Jokowi (8/9/2020).
Begitu pula disampaikan anggota Komisi II DPR RI, Zulfikar Arse Sadikin. pun Meskipun mengakui banyak pihak yang mengkhawatirkan pilkada serentak, ia mendukung pelaksanaan Pilkada 2020 tetap dilanjutkan.
“Saya memahami dan mengerti kekhawatiran publik bahwa Pilkada 2020 mendatang berpotensi menjadi kluster baru persebaran Covid-19 di Indonesia. Namun, proses demokrasi juga harus tetap berjalan guna memastikan jalannya roda pemerintahan,” tutur Zulfikar (16/9/2020).
Komisi Pemilihan Umum (KPU) selaku penyelanggara juga tetap bertekad untuk melanjutkan pilkada serentak 2020. KPU beralasan tak dapat menunda pilkada karena terikat Undang-undang.
“KPU tetap berpedoman pada PKPU Nomor 5 Tahun 2020 dan ini tindak lanjut Perppu Nomor 2 Tahun 2020 yang diundangkan jadi UU Nomor 6 Tahun 2020. Sepanjang belum ada keputusan lain, tentu kami wajib melaksanakannya,” jelas Komisioner KPU I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi (15/9/2020).
KPU bahkan mengeluarkan sejumlah kebijakan yang menuai polemik. Yakni diizinkannya konser musik, bazar, rapat umum dalam rangka kampanye pilkada serentak 2020.
Pelegalan kumpulan massa secara formal difasilitasi oleh pihak KPU melalui Peraturan KPU (PKPU) No.10/2020 tentang Pelaksanaan Pilkada dalam Kondisi Bencana Non Alam Covid-19. PKPU dalam beberapa pasal membuka peluang terjadinya kumpulan massa.
Hal ini terlihat dalam Pasal 58 tentang pertemuan tatap muka terbatas dengan maksimal peserta 50 orang, pasal 59 debat publik terbuka antar calon maksimal peserta 50 orang. Dan terakhir pasal 63 yang mengatur tentang konser music, bazar, jalan santai dan lain-lain yang dihadiri maksimal 100 orang.
Padahal Regulasi kita sebenarnya mengizinkan ditundanya Pilkada. Hal ini telah diatur dalam UU No. 6/2020 Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikot. Melalui UU tersebut pemerintah bisa saja menunda pelaksanaan pemilu jika terjadi bencana non alam dengan catatan adanya kesepakatan antara pemerintah, DPR dan KPU. Ironisnya, pemerintah, DPR dan KPU justru tidak memanfaatkan peluang untuk menunda pilkada. Sebaliknya, semua kompak melanjutkan pilkada serentak pada 9 Desember mendatang.
Kemana Sense of Cisis Jokowi
Epidemiolog Universitas Airlangga (Unair) Windhu Purnomo. Ia berpendapat akan sulit memastikan protokol kesehatan berjalan baik di tengah-tengah kerumunan massa. Menurutnya interaksi dua orang saja sudah bisa menyebabkan penularan apa lagi kerumunan massa yang lebih dari dua orang.
“Hanya dua orang saja tapi ketemu dengan jarak dekat, pemakaian masker tidak tepat, potensinya tetep ada, apalagi lebih dua orang,” kata Windu (17/9/2020).
“Jadi kalau masih ada aturan yang membuat orang ketemu, potensi penularan masih ada,” jelas
Windu menilai aturan yang disusun oleh KPU bersifat kontradiktif dengan prinsip pemutusan mata rantai penyebaran Covid-19. Untuk ia berharap agar pihak KPU segera merevisi aturan tersebut sebelum masa kampanye dimulai.
Windu mengungkapkan jika aturan mengenai perkumpulan massa itu tetap diadakan, maka ia mensyaratkan hanya berlaku untuk daerah tertentu saja. Misalnya hanya berlaku di daerah yang selama empat pekan berturut-turut masuk dalam zona hijau.
“Tidak boleh kemudian pada daerah-daerah di luar zona hijau ada kegiatan semacam itu, kan risikonya tinggi,” ujarnya.
Namun demikian, bukan berarti ia menyepakati pelaksanaan Pilkada 2020. Ia lebih setuju jika Pilkada 2020 dibatalkan untuk menghindari penyebaran virus yang lebih besar. Sebab Indonesia sedang berada di situasi krisis kesehatan akibat Covid-19.
“Semua pihak harus punya sanse of crisis yang baik. Jangan sampai mengeluarkan kebijakan yang bertolakbelakang dengan prinsip pemutusan penularan,” ungkap Windu.
Windu menambahkan jika testing di Indonesia hingga kini masih rendah. Padahal kasus hariannya telah mencapai lebih dari 3.500 kasus. Ironisnya testing Covid-19 di Indonesia masih jauh dibawah standar kesehatan WHO.
“Kasusnya lebih dari 3.500 terus padahal testing-nya belum standar WHO, masih separuhnya. Artinya, di bawah permukaan masih banyak lagi,” ucap Windu.
Penulis: Kukuh Subekti