IslamToday ID –Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane menilai Presiden Jokowi turut andil dalam buruknya wajah penegakan hukum di Indonesia. Hal ini juga merupakan tanda jika Jokowi telah gagal menjadi presiden. Ia gagal mewujudkan tegaknya supremasi hukum yang ia janjikan.
“Jadi, jika wajah buruk penegakan hukum masih terjadi, berarti Jokowi gagal dan sebagai Presiden, Jokowi tidak menjalankan janji kampanyenya,” kata Neta (17/9/2020).
Neta mengungkapkan, pihaknya kerap mendapatkan laporan dari berbagai daerah terkait ulah nakal oknum polisi yang meminta pembagian fee proyek. Sejumlah pejabat daerah kerap diganggu dan didatangi pihak kepolisian. Kata Neta, umumnya dialami para kepala dinas, terutama di sektor pekerjaan umum (PU), pendidikan, dan kesehatan.
“Saat ini wajah buruk penegakan hukum sudah sangat parah. Indonesia Police Watch banyak menerima laporan dari sejumlah daerah bahwa para Kepala Dinas, terutama PU, Pendidikan, Kesehatan, para bendahara, dan lain-lain sering didatangi oknum polisi yang meminta proyek tertentu agar dikerjakan rekanan temannya,”tutur Neta.
“Mereka minta fee 10 sampai 15 persen dari nilai proyek tersebut. Jika tidak, para Kepala Dinas dan Bendahara itu diganggu dengan berbagai panggilan kepolisian, mulai dari klarifikasi, minta keterangan, hingga wawancara,” jelasnya.
Ia mengatakan bahwa sejumlah kejadian tersebut sebenarnya telah disampaikan kepada pemerintah melalui kepada Menko Polhukam Mahfud MD, Mendagri Tito Karnavian, dan Mabes Polri. Namun tampaknya ta ada tindak lanjut untuk mengtasi persolan tersebut.
Pemerintah Angkat Tangan
Sebelumnya dalam rapat kerja bersama jajaran pejabat di bidang hukum termasuk Jaksa Agung ST Burhanuddin, Menko Polhukam MahfudMD menyampaikan tentang buruknya citra penegakan hukum di Indonesia. Mahfud mengatakan bahwa Presiden Jokowi dan dirinya dia selaku Menkopolhukam tidak bisa berbuat apapun untuk memperbaiki citra tersebut.
“Sudah sangat jelek kesan penegakan hukum kita di masyarakat, nanti diperas, nanti malah ditangkap, dan sebagainya. Saya tidak bisa melakukan apa-apa, Presiden tidak bisa melakukan apa-apa, karena semua punya batasan kewenangan,” ucap Mahfud (16/9/2020).
Menurut Neta hal tersebut sebagai sinyal bahwa Mahfud putus asa dengan peliknya permasalahan supremasi hukum di Indonesia. seharusnya Presiden Jokowi bisa segera bersikap tegas. Ia bisa segera mencopot pejabat tinggi di bidang hukum yang tidak memiliki komitmen untuk menegakkan supremasi hukum di Indonesia
“Pernyataan Pak Mahfud itu sebagai gambaran adanya rasa putus asa dirinya sebagai Menko Polhukam yang mengkoordinasikan bidang politik, hukum, dan HAM, yang notabene ‘wajah buruk penegakan hukum’ tak terlepas dari tanggung jawabnya,” ujar Neta.
“Sebagai Presiden, Jokowi bisa mencopot para pejabat tinggi bidang hukum yang tidak berkomitmen dan menggantinya dengan pejabat berkomitmen agar wajah buruk penegakan hukum bisa diperbaiki. Sikap tegas Jokowi sangat diperlukan untuk melakukan reformasi hukum di negeri ini agar wajah buruk penegakan hukum bisa dibenahi,” jelasnya.
Ada Cukong di Hukum Indonesia
Pada awal September lalu, Penyidik Senior KPK, Novel Baswedan telah lebih dulu menyampaikan perihal buruknya penegakan hukum di Indonesia. Masuknya para cukong dalam ranah penegakan hukum di Indonesia. Hal ini disampaikannya ketika berbicara mengenai potensi politik uang dalam Pilkada. Sehingga ia berkesimpulan bahwa hukum di Indonesia bisa diatur.
“Penegakan hukum bahkan bisa diatur. Mohon maaf, oleh cukong, kelompok oligarki. Jadi suatu kasus yang nyata, bisa diputar sedemikian balik,” ucap Novel (5/9/2020).
Novel khawatir buruknya penegakan hukum justru akan membuat praktik politik uang kian menjadi-jadi.
“(Penegakan hukum) luluh lantak. Saya enggak ingin bicara pesimisme dan inginnya optimisme. Tapi ini faktanya,” tutur Novel.
Ia pun menyinggung praktik korup yang dilakukan oleh para oknum penegak hukum. Sebab mereka kerap melakukan praktik jual beli perkara.
“Justru korupsi yang banyak di penegakan hukum dengan menjual perkara dan menggadaikan kewenangan,” jelasnya.
Penulis: Kukuh Subekti