IslamToday ID – Bareskrim Mabes Polri menduga ada unsur pidana dalam kasus kebakaran hebat yang melahap gedung utama Kejaksaan Agung (Kejagung) pada 22 Agustus 2020. Polri pun akhirnya menaikan status penanganan kasus tersebut ke tingkat penyidikan.
“Kami sepakat mengusut ini secara transparan. Adapun kami sepakat dalam gelar tadi untuk meningkatkan penyelidikan jadi penyidikan dengan dugaan Pasal 187 KUHP dan atau Pasal 188 KUHP,” ungkap Kepala Bareskrim Polri Komisaris Jenderal Listyo Sigit Prabowo (17/9/2020).
Dugaan adanya unsur pidana dalam kebakaan tersebut muncul setelah pihaknya melakukan pemeriksaan terhadap 131 saksi. Mereka terdiri atas petugas kebersihan, office boy, pegawai kejaksaan dan juga para ahli. Dari hasil pemeriksaan dengan berdasar pada keterangan para saksi beserta hasil olah TKP sebanyak maka para penyidik menyimpulkan bahwa ada dugaan tindak pidana.
“Dari beberapa temuan di TKP serta olah TKP oleh rekan-rekan Puslabfor menggunakan instrumen, serta pemeriksaan 131 saksi dan beberapa yang sedang, kemudian mendapatkan keterangan-keterangan yang kita butuhkan, maka peristiwa yang terjadi sementara penyidik berkesimpulan terdapat dugaan peristiwa pidana,” kata Listyo.
Listyo mengungkapkan bahwa penyidik akan menggunakan pasal 187 dan 188 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang kesengajaan memicu kebakaran untuk menangani perkara tersebut.
Kasus kebakaran Kejagung dan Kasus Pinangki
Kebakaran yang melanda Gedung Kejagung ini bertepatan dengan upaya Kejagung yang tengah mengusut perkara suap yang melibatkan salah satu jaksa di Kejagung, Pinangki Sirna Malasari dengan Djoko Tjandra. Sejumlah pihak mengkhawatirkan hilangnya barang bukti kasus yang melibatkan Pinangki tersebut.
Salah satu pihak yang mencemaskan hal itu adalah Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI). Koordinator MAKI, Boyamin Saiman mengungkapkan bahwa Pinangki berkantor di lantai 3 Gedung Utama Kejagung.
“Itu kan Pinangki berkantor dulu di lantai 3 (gedung utama),” tutur Boyamin (23/8/2020).
Ia sangat khawatir jika bukti-bukti yang terdapat di ruang kerja Pinangki hilang. Bukti yang berkaitan dengan aktivitas Pinangki yang terdapat di kamera CCTV terhapus.
“Setidaknya aktivitas dia menerima tamu, penghubung dengan Djoko Tjandra dan Rahmat (pengusaha) itu kan menjadi terhapus, jadi hilang. Terus Anita Kolopaking juga mungkin pernah ke situ, tapi itu kan hanya (bukti) sekunder, primernya kan Rahmat juga sudah mengakui, Pinangki sudah menerima di situ,” jelasnya.
Sementara itu Pengamat Intelijen dan Keamanan, Stanislaus Riyanta sejak awal menduga bahwa kasus kebakaran di Kejagung bukan kebakaran biasa. Ia menilai ada kejanggalan dalam peristiwa kebakaran di Gedung Utama Kejagung.
“Kalau saya melihat seperti itu, agak janggal kalau ini tampak seperti kecelakaan biasa,” kata Riyanta (24/8/2020).
Ia beralasan kasus kebakaran di tengah penanganan kasus besar di Indonesia pun pernah terjadi di Korps Adhyaksa. Kebakaran terjadi tidak hanya sekali bahkan hinga tiga kali yakni di tahun 1979, 2000 dan tahun 2003. Kejadian terparah terjadi di tahun 2000 ketika putra mantan Presiden Soeharto, Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto.
Pada tahun 2000, sebuah ledakan terjadi di Gedung Bundar Kejagung yang merupakan kantor Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus).
“Satu jam setelah Tommy Soeharto meninggalkan gedung, di situ ada bom. (Adanya) Bom itu jelas disengaja,” terang Riyanta.
Penulis: Kukuh Subekti