IslamToday ID — Presiden Jokowi menggelar konferensi pers secara virtual menanggapi gelombang aksi demo penolakan Omnibus Law UU Cipta Kerja di berbagai wilayah di Indonesia, pada 6-8 Oktober 2020.
Jokowi pun menyebutkan bahwa aksi demonstrasi penolakan omnibus law di berbagai wilayah Indonesia dilatarbelakangi karena adanya disinformasi dan berita palsu (hoaks).
“Namun saya melihat adanya unjuk rasa penolakan UU Cipta Kerja yang pada dasarnya dilatarbelakangi oleh disinformasi mengenai substansi dari UU ini dan hoaks di media sosial,” jelas Jokowi melalui siaran langsung akun Youtube Sekretariat Presiden, Jumat (9/10).
Jokowi pun memberikan sejumlah kesalahan informasi itu antara lain terkait upah minimum, soal hak cuti dan hak upah, hingga pemberhentian kerja atau PHK oleh perusahaan. Ia juga mencontohkan hoaks lain seperti terkait Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), jaminan sosial, hingga perizinan bagi pendidikan.
“Saya ambil contoh ada informasi yang menyebut tentang penghapusan UMP (Upah Minimum Provinsi), UMK (Upah Minimum Kota), UMSP (Upah Minimum Sektoral Provinsi) hal ini tidak benar, karena faktanya upah minimum regional UMR tetap ada,”
“Ada juga yang menyebutkan upah minimum dihitung per jam, ini juga tidak benar, tidak ada perubahan dengan sistem yang sekarang, upah bisa dihitung berdasarkan waktu dan berdasarkan hasil
“Kemudian adanya kabar yang menyebutkan bahwa semua cuti (cuti sakit, kawinan, khitanaan, baptis, kematian, melahirkan) dihapuskan, dan tidak ada kompensasinya, saya tegaskan ini juga tidak benar, hak cuti tetap ada dan dijamin,
Kemudian, apakah perusahaan bisa mem PHK kapanpun secara sepihak, ini juga tidak benar, yang benar perusahaan tidak bisa mem-PHK secara sepihak,
Kemudian, juga pertanyaan benarkah jaminan sosial dan kesejahteraan lainnya hilang, yang benar jaminan sosial tetap ada
Yang juga sering diberitakan tidak benar adalah mengenai dihapusnya AMDAL (Analisis mengenai Dampak Lingkungan) itu juga tidak benar, AMDAL tetap ada bagi industri besar harus studi AMDAL yang ketat, tapi bagi UMKM lebih ditekankan pada pendampingan dan pengawasan
Ada juga berita tentang UU Cipta kerja ini mendorong komersialisasi pendidikan, ini juga tidak benar karena yang diatur hanyalah pendidikan formal, di kawasan ekonomi khusus (KEK), sedangkan perijinan pendidikan tidak diatur dalam UU Cipta Kerja ini. apalagi perijinan pendidikan dalam pondok pesantren dan aturannya yang selama ini tetap ada tetap berlaku
Kemudian diberitakan keberadaan “Bank Tanah”, Bank Tanah ini diperlukan unutk menjamin kepentingan umum, kepentingan sosial, kepentingan pembangunan nasional, pemerataan ekonomi, dan konsolidasi lahan serta reforma agraria, ini sangat penting menjamin akses masyarakat terhadap kepemilikan tanah, kepemilikan lahan, dan kita selama ini tidak memiliki bank tanah.
PP dan Perpres ditarget 3 Bulan
Jokowi mendorong segera dipercepatnya penerapan UU Ciptaker dengan PP dan Perpres dalam 3 bulan.
“Saya perlu tegaskan pula bahwa Undang-Undang Cipta Kerja ini memerlukan banyak sekali peraturan pemerintah, atau PP, dan peraturan Presiden atau PERPRES, jadi setelah ini akan muncul PP dan Perpres paling lambat 3 bulan setelah diundangkan, kita pemerintah membuka dan mengundang masukan-masukan dari masyarakat, dan masih terbuka usulan-usulan dan masukan-masukan dari daerah-daerah.”
Uji Materi ke MK
Jokowi mengimbau pihak-pihak yang tak puas pada UU Ciptaker untuk mengajukan uji materi atau judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK).
“Jika masih ada ketidakpuasan terhadap UU Cipta Kerja ini silahkan mengajukan Uji Materi ke Mahkamah Konstitusi, Sistem tata negara kita memang mengatakan seperti itu, jadi kalau masih ada yang tidak puas dan menolak silahkan diajukan uji materi ke MK” jelas Jokowi melalui siaran langsung akun Youtube Sekretariat Presiden, Jumat (9/10).
Menurut Presiden Jokowi sistem ketatanegaraan Republik Indonesia mengatur hal-hal semacam itu.
Berbagai elemen masyarakat menolak omnibus law Ciptaker seperti buruh, mahasiswa, akademisi hingga ormas besar seperti Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama serta Majelis Ulama Indonesia (MUI). Sekitar 6 Gubernur, yakni DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, DI Yogyakarta, Kalimantan Barat, Sumatera Barat mengirim surat Jokowi dalam rangka menyalurkan aspirasi para pengunjuk rasa di wilayahnya.[IZ]