IslamToday ID –Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia menilai ada skandal dibalik pengesahan UU Omnibus Law Cipta Kerja. Hal ini ditandai dengan beredarnya beragam versi draf final UU tersebut. Yakni 905 halaman, 1028 halaman 1052 dan 1038 halaman. Pada hari disahkannya UU tersebut, justru muncul pengakuan dari sejumlah bahwa anggota DPR, bahwa mereka tidak memegang draf RUU Omnibus Law Cipta Kerja.
“ini skandal,” kata Ketua Bidang Advokasi YLBHI, M. Isnur (12/10/2020).
Isnur lantas membeberkan, belasan kejanggalan yang ditemukan YLBHI dari pembuatan UU Cipta Kerja. Pertama, Pertama, naskah RUU disembunyikan saat pembahasan di pemerintah. Kedua, naskah Omnibus Law disusun oleh Satgas Omnibus Law yg berisi 127 orang pengusaha yang juga masuk jajaran tim sukses Presiden Jokowi.
Ketiga, RUU Omnibus Law sempat dibahas dibahas di hotel mewah. Keempat, pembahasan tingkat II dibuat saat naskah final RUU belum jelas dan tidak di bagi ke anggota DPR.
Kelima, pembahasan tingkat II tidak disebutkan dalam undangan sidang tanggal 6 Oktober. Keenam, menyusupkan klaster pajak di akhir-akhir persidangan tanpa adanya naskah akademik.
Ketujuh, pembahasan dikebut hingga tengah malam, sangat jarang terjadi sebelumnya. Kedelapan, meskipun ada yang positif Covid-19 sidang tetap dilanjutkan.
Kesembilan, pembahasan tingkat II dinilai hanya dihadiri oleh 318 dari total 575 anggota DPR. Kesepuluh, sidang penutupan direncanakan tanggal 8 Oktober, namun setelah ada rencana aksi besar tiba-tiba dimajukan menjadi 5 Oktober.
Kesebelas, Draft RUU dibuat tanpa kajian/naskah akademik terlebih dahulu. Kedua belas, anggota dewan yang hadir pada saat pengesahan tidak dinilai memperoleh salinan fisik, bahkan pimpinan sidang mematikan mikrofon anggota dewan yang menolak.
Ketiga belas, sidang pada masa reses. Keempat belas, rapat kerja I membentuk panita kerja (Panja) saat belum menuntaskan daftar isian masalah (DIM).
Kelima belas, Baleg DPR mengatakan Naskah UU Omnibus law masih diperbaiki. Keenam belas, beredar 3 naskah UU Omnibus law akibat saat pengesahan belum ada naskah UU final.
Kabar terbaru dari Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPR, Indra Iskandar mengatakan bahwa UU Omnibus Law yang terbaru memiliki tebal halaman sebanyak 1035 halaman.
“Iya, itu yang dibahas terakhir yang surat 1.035 [halaman]. Itu yang terakhir dibahas sampai kemarin,” tutur Indra (12/10/2020).
Indra menjelaskan bahwa UU yang tebalnya 905 halaman yang disahkan pada Senin kemarin belum final. Menurutnya draf tersebut sedang dalam proses dirapikan. Akibatnya naskah Omnibus Law yang telah dirapikan tersebut bertambah sebanyak 130 halaman.
“Kemarin kan spasinya belum rata semua, hurufnya segala macam. Nah, sekarang sudah dirapikan,” jelas Indra.
Tambahan tersebut menurutnya tidak berpengaruh pada substansi UU. Ia beralasan hal itu hanya menyangkut format penulisan dalam naskah undang-undang.
“Enggak ada. Itu hanya typo dan format. Kan format dirapikan kan jadinya spasi-spasinya terdorong semuanya halamannya,” jelas Indra.
Desakan PKS dan ILUNI
Sebelumnya pemerintah menutup akses terhadap draf UU Omnibus Law. Hal inilah yang kemudian mengundang beberapa pihak menuntut dibukanya akses oleh pemerintah terhadap publik. Tuntutan berasal dari fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan juga Ikatan Alumni Universitas Indonesia (ILUNI UI).
“Draft final UU Ciptaker yang disahkan di paripurna lalu belum juga dapat diakses publik termasuk anggota dewan. Oleh sebab itu @FPKSDPRRI mengirimkan surat resmi untuk meminta draft UU tersebut,” tulis PKS dalam akun twitternya pada (11/10/2020).
Kontroversi naskah Omnibus Law pasca disahkannya UU tersebut juga disuarakan oleh Ketua ILUNI, Herzaky Mahendra Putra.
” Ketiadaan akses publik terhadap naskah final UU Cipta Kerja telah menyebabkan kontroversi dan polarisasi. Sehingga pemerintah harus segera membuka akses final UU Cipta Kerja ke masyarakat,” ucap Herzaky (10/10/2020).
Penulis: Kukuh Subekti