IslamToday ID — Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) menilai pemerintahan Jokowi kini tengah memutar balikkan narasi gelombang demo penolakan Omnibus Law UU Cipta Kerja dengan menyebut aksi tersebut dipicu kesalahpahaman, misinformasi, dan hoaks.
“Pemerintah pada saat ini menghimpun kekuatan untuk memutarbalikkan narasi dari elemen masyarakat, mahasiswa yang menolak UU Cipta Kerja. [Presiden] menyampaikan dengan lugas, jika kita yang berdemonstrasi termakan hoaks dan disinformasi,” demikian pernyataan BEM SI melalui keterangan tertulisnya, Senin (12/10).
Koordinator Pusat BEM SI, Remy Hastian mengatakan aksi demo yang dilakukan beberapa waktu lalu bukan karena termakan hoaks atau disinformasi.
Ia juga menegaskan bahwa demo lalu tidak mempermasalahkan substansi UU Cipta Kerja yang disebut Jokowi.
Dalam pidatonya Presiden Jokowi menyebut gelombang aksi demo itu dilatarbelakangi hoaks dan disinformasi soal substansi UU Cipta Kerja.
“Dasar dari apa yang sudah kita rumuskan dan kita lakukan selama ini itu jelas, substansi UU Cipta Kerja yang dari dasarnya sudah cacat formil, sudah tidak terbuka, dan terkesan terburu-buru. Padahal kondisi masyarakat sudah banyak yang menolak, apalagi di masa pandemi,” jelasnya, dikutip dari CNN Indonesia.
Korpus BEM SI ini mengatakan, tanggapan Jokowi yang merespons penolakan atas UU Cipta Kerja itu tak lantas menghentikan mahasiswa untuk kembali berdemo.
Bahkan, pihaknya berencana kembali melakukan demo dalam waktu dekat meski belum menentukan hari dan lokasi.
BEM SI menilai pemerintah dan DPR justru turut menciptakan disinformasi dan hoaks karena tidak transparan pada proses pembahasan UU tersebut.
Bahkan menurutnya naskah finalnya pun, tidak diberikan kepada publik secara resmi.
“Dalam hal ini pemerintah lah yang menciptakan kebohongan serta membuat disinformasi yang sesungguhnya di mata publik karena masyarakat tidak diberikan ruang untuk mengakses informasi mengenai UU Cipta Kerja yang telah disahkan,” tegasnya.
Sementara itu, di sisi lain Remy juga mengecam keras upaya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang mengimbau mahasiswa tidak melakukan unjuk rasa menolak UU Cipta Kerja.
BEM SI menilai imbauan itu bentuk intervensi yang merampas hak bersuara mahasiswa. Ia pun meminta agar seluruh mahasiswa dan elemen masyarakat tidak terprovokasi kerusuhan di tengah demo. Mahasiswa dan masyarakat diminta tetap fokus menuntut Jokowi mengeluarkan Perppu UU Cipta Kerja.
“Kita belum kalah. Eskalasi gerakan mahasiswa dan masyarakat dibangun tidak hanya terbatas pada tanggal 8 Oktober saja. Tapi narasi perjuangan penolakan akan terus kami gaungkan sampai presiden mengeluarkan Perppu mencabut UU Cipta Kerja,” tukasnya.
Jokowi-Maruf Sarankan Uji Materi ke MK
Wapres KMA mengatakan apabila masyarakat masih keukeuh melakukan penolakan, maka Ma’ruf meminta penolakan itu disertai jalur konstitusional seperti mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi, alih-alih demonstrasi yang menyebabkan kerumunan di tengah pandemi.
Sebelumnya, Presiden Jokowi juga mengimbau pihak-pihak yang tak puas pada UU Ciptaker untuk mengajukan uji materi atau judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK).
“Jika masih ada ketidakpuasan terhadap UU Cipta Kerja ini silahkan mengajukan Uji Materi ke Mahkamah Konstitusi, Sistem tata negara kita memang mengatakan seperti itu, jadi kalau masih ada yang tidak puas dan menolak silahkan diajukan uji materi ke MK” jelas Jokowi melalui siaran langsung akun Youtube Sekretariat Presiden, Jumat (9/10).
Menurut Presiden Jokowi sistem ketatanegaraan Republik Indonesia mengatur hal-hal semacam itu.
Berbagai elemen masyarakat menolak omnibus law Ciptaker seperti buruh, mahasiswa, akademisi hingga ormas besar seperti Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama serta Majelis Ulama Indonesia (MUI). Sekitar 6 Gubernur, yakni DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, DI Yogyakarta, Kalimantan Barat, Sumatera Barat serta 15 DPRD Kab/Kota mengirimkan surat kepada Jokowi dalam rangka menyalurkan aspirasi para pengunjuk rasa di wilayahnya.[IZ]