ISLAMTODAY ID — Dalam momentum peringatan Hari Santri Nasional 22 Oktober 2020, Dai kondang Ustadz Abdul Somad (UAS) turut mengunggah foto di akun Instagram-nya @ustadzabdulsomad_official pada Kamis (22/10).
Tampak dari unggahan foto tersebut terlihat beberapa santri yang sedang berpose di atas anak tangga.
Mereka mengenakan peci dan seragam sekolah putih serta ada yang mengenakan seragam pramuka.
Dalam unggahannya, UAS menuliskan beberapa pesan di Hari Santri Nasional 2020.
“Tetaplah merasa santri, agar tak berhenti berbakti, Tetaplah merasa santri, agar tak tinggi hati, Tetaplah merasa santri, agar berbudi pekerti, Tetaplah merasa santri, agar tak merasa benar sendiri,” demikian pernyataan UAS.
UAS juga berpesan agar selalu tetap menghormati para kiai dan semangat dalam membangun negeri.
UAS pun mengajak santri agar peduli terhadap perekonomian negara dan tidak takut saat ajal menjemput.
“Tetaplah merasa santri, agar takut pada Ilahi. Selamat hari santri, berbuat manfaat untuk ibu pertiwi,” tandasnya.
Pesan UAS
Tetaplah merasa santri, agar tak berhenti berbakti
Tetaplah merasa santri, agar tak tinggi hati
Tetaplah merasa santri, agar berbudi pekerti
Tetaplah merasa santri, agar tak merasa benar sendiri
Tetaplah merasa santri, agar tetap merasa perlu membaca kitab suc
Tetaplah merasa santri, agar ttp hormat pd kyai
Tetaplah merasa santri, agar semangat membangun negeri
Tetaplah merasa santri, agar peduli pd ekonomi
Tetaplah merasa santri, agar tak takut mati
Tetaplah merasa santri, agar takut pd Ilahi Selamat hari santri, berbuat manfaat untuk ibu pertiwi
Resolusi Jihad dan Riwayat Hari Santri
Peringatan hari santri tahun ini memasuki tahun kelima sejak ditandatanganinya Keputusan Presiden (Keppres) No.22/ 2015 tentang penetapan 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional.
Peringatan hari Santri yang jatuh pada 22 Oktober bukan tidak lepas dari jejak sejarah kaum santri. Belum lagi jika dikaitkan dengan peringatan hari Pahlawan yang jatuh pada 10 November, keduanya memiliki kedekatan dari sisi historis. Pasalnya, pertempuran 10 November di Kota Surabaya tak bisa dipisahkan dari Resolusi Jihad yang diserukan oleh Kyai Hasyim Asy’ari pada 22 Oktober 1945.
Kyai Hasyim dalam seruan Resolusi Jihad mewajibkan umat Islam yang berada di radius 94 kilometer dari Kota Surabaya wajib untuk berjihad fisabilillah melawan kedatangan pasukan AFNEI (Allied Forces Netherlands East Indies) dan Nederlands Indie Civil Administration (NICA).
Resolusi Jihad tersebut dikeluarkan, lantaran, kondisi saat itu sudah sangat darurat. Inggris telah berhasil menguasai kota-kota penting di Indonesia seperti Jakarta, Bandung dan Semarang.
“Berperang menolak dan melawan pendjadjah itoe Fardloe ‘ain (jang haroes dikerdjakan oleh tiap-tiap orang Islam, laki-laki, perempoean, anak-anak, bersendjata ataoe tidak) bagi jang berada dalam djarak lingkaran 94 km dari tempat masoek dan kedoedoekan moesoeh. Bagi orang-orang jang berada di loear djarak lingkaran tadi, kewadjiban itu djadi fardloe kifajah (jang tjoekoep, kalaoe dikerdjakan sebagian sadja,” isi seruan jihad dilansir dari mina news.id (21/7/2020).
Resolusi jihad yang diserukan kepada para santri di Jawa Timur tersebut pun mendapat dukungan dari Kongres Umat Islam (Muktamar Umat Islam) pada tanggal 7 November 1945 yang berlangsung di Yogyakarta.
Mereka dalam resolusinya mengatakan sebanyak 60 Miljoen Kaum Muslimin Indonesia siap berjihad fi sabilillah dan mendukung Resolusi Jihad yang diserukan oleh Kyai Hasyim Asy’ari. Kongres Umat Islam di Yogyakarta mendukung penuh seruan jihad yang diserukan oleh Kyai Hasyim Asy’ari.
Resolusi Jihad kaum santri di Surabaya akhirnya melahirkan Bung Tomo. Tokoh yang juga kawan dekat dari Wahid Hasyim putra dari Kyai Mohammad Hasyim Asy’ari itu turut membakar semangat arek arek Suroboyo dan laskar-laskar Islam untuk mengobarkan jihad fi sabilillah.[IZ]