ISLAMTODAY ID – Pakar Hukum Mas Achmad Santosa mengungkapkan implementasi Omnibus Law di Indonesia lebih gemuk jika dibandingkan dengan Omnibus Law yang dibuat negara-negara maju seperti Jerman, Inggris dan Amerika Serikat. Tiga negara tersebut menerapkan single subject rules dalam menyusun omnibus law. Sebaliknya, Achmad menilai Omnibus Law UU Cipta Kerja tidak fokus.
“UU Ciptaker terlihat ke mana-mana dan enggak fokus. Beda dengan negara-negara lain yang omnibusnya fokus di satu titik saja,” kata Mas Achmad Santosa seorang pakar hukum seperti yang dilansir dari katadata.co.id (23/10/2020).
Alih-alih menyederhanakan regulasi sebagai mana yang di sampaikan pemerintah. Menurut Achmad Omnibus Law UU Cipta Kerja justru terlalu gemuk sebab mengatur sebelas klaster didalamnya, mulai dari perizinan hingga kawasan ekonomi khusus. Tak hanya itu, kata Achmad Omknibus Law yang dibuat melalui UU Cipta Kerja ternyata masih memerlukan banyak sekali aturan turunan seperti Peraturan
Lain halnya dengan di Jerman. Negara ini menerapkan Omnibus Law sejak 1 April 2012 dengan nama Recognition Act 2012. Jumlah pasal yang terdapat dalam omnibus law tersebut tidak terlalu banyak, hanya terdapat 62 pasal saja. Inilah yang menjadi salah satu ciri pembeda dengan Omnibus Law yang ada di Indonesia yang memuat 186 pasal serta terdiri atas 11 kluster subyek permasalahan.
Penerapan Omnibus Law di Jerman dilatarbelakangi oleh banyaknya imigran asing di Jerman yang jumlahnya mencapai 2,9 juta orang. Banyak dari imigran asing yang mengalami kendala dalam memperoleh pekerjaan di Jerman. Sehingga sangat jelas bahwa tujuan dari dibuatnya Omnibus Law di Jerman hanya untuk mengatur satu subyek hukum saja yakni kesetaraan tenaga ahli/ vokasi asing. Melalui Omnibus Law Recognition Act 2012, pemerintah Jerman membuat aturan khusus yang mengatur tentang peningkatan penilaian, serta kualifikasi kerja bagi para warga negara asing yang tinggal di Jerman.
Aturan tersebut juga mengatur tentang pelatihan kejuruan, termasuk di dalamnya terdapat aturan khusus bagi pengacara, pebisnis, notaris hingga instruktur mengemudi. Hal ini terlihat dari isi dalam Recognition act 2012 yang memuat Undang-undang (UU) Penilaian Kualifikasi Profesional (Pasal 1) dan Amandemen UU Sektoral yang berkaitan dengan pekerjaan (Pasal 2 hingga 61). Pasal tersebut mengatur bahwa pekerjaan yang diakui hanyalah yang berada di bawah peraturan federal. Selain itu pengakuan dari negara Jerman itu berlaku tanpa memandang asal kewarganegaraan dan tempat tinggal sehingga pengajuan dapat dilakukan dari luar negeri. Setidaknya, ada 600 jenis pekerjaaan yang diakui oleh Recognition Act 2012, termasuk di dalamnya tenaga medis. Recognition act 2012 tidak mengatur perihal pekerjaan yang memang telah diatur oleh nengara federal seperti profesi guru dan insinyur.
Ringkasnya Omnibus Law juga terlihat di Inggris. Pemerintah Inggris membuat Omnibus Law yang disebut dengan Withdrawal of the United Kingdom from the European Union (Consequential Provisions) Act 2020. Tujuannya untuk melindungi warga dari dampak perjanjian Brexit, yakni perjanjian yang terjadi antara pemerintah Inggris dan Uni Eropa. Withdrawal of the United Kingdom from the European Union (Consequential Provisions) Act 2020 memuat 13 klaster. Antara lain kesehatan, industri, listrik dan gas rumah kaca, amandemen Student Support, pajak, jasa keuangan, jasa keuangan asuransi, transportasi (pelabuhan, layanan bus, tenaga kerja, ekstradiksi, imigrasi. Meskipun terdiri atas 13 klaster Omnibus Law Inggris menganut prinsip single subject rules.
Parlemen di Amerika pada dasarnya memang belum memiliki aturan baku tentang Omnibus Law. Namun hasil Kongres ke-112 pada 2011-2013 memiliki sebuah aturan yang disebut The One Subject at a Time Act. Aturan ini memuat lima ketentuan penting, yakni; Single subject, artinya aturan tidak boleh mencakup lebih dari satu subjek. Kedua, Subject in title yaitu pokok rancangan harus dicantumkan jelas dan deskriptif dalam judul UU. Ketiga, Appropriation bills yaitu tidak boleh berisi UU yang subjeknya tidak terkait dengan pokok bahasan. Keempat Jika ditemukan dua atau lebih subjek yang tidak terkait, maka seluruh UU tidak berlaku. Terakhir, Apabila judul hanya membahas satu subjek, tetapi isi memuat lebih dari satu subek yang tidak dijelaskan dalam judul, maka ketentuan subjek tersebut batal.
Prinsip ini dibuat dengan beberapa tujuan seperti mencegah log-rolling yakni legislator bertukar bantuan dengan mendukung Undang Undang agar legislator lain mendukung Undang Undang lainnya. Selain itu, omnibus law dibuat untuk mencegah terjadinya penyelundupan pasal bagi kepentingan tertentu. Omnibus Law juga dibuat dalam rangka menjaga transparansi masyarakat dan parlemen.
Single subject rules juga dianut oleh 15 dari 26 negara federal di AS. Alasannya untuk mencegah adanya ambiguitas yang terjadi dalam undang-undang, sehingga undang-undang bisa lebih mudah dipahami. Namun demikian diantara mereka yang tidak menerapkan sistem Omnibus Law ini disebabkan oleh pembiayaan yang besar dalam pembuatannya.
Penulis: Kukuh Subekti