ISLAMTODAY ID — Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII) menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor Kedutaan Besar (Kedubes) Prancis.
Dalam tuntutannya, GPII mendesak pengadilan internasional mengadili Presiden Prancis Emmanuel Macron terkait pernyataannya yang menghina Islam.
Koordinator Lapangan Aksi,Kabid Hubungan Internasional GPII Farisz Rama Putra, mengatakan GPII mengutuk keras Presiden Prancis Emmanuel Macron karena memberikan stigma negatif terhadap umat Islam.
“(Lalu GPII) mendesak Presiden Prancis Emmanuel Macron agar membuat izin majalah Charlie Hebdo yang telah melecehkan Nabi Muhammad SAW dengan dalih kebebasan berekspresi,” jelas Farisz, Rabu (4/11/2020).
GPII pun mendesak Presiden Indonesia Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Indonesia Ma’ruf Amin memutus hubungan diplomatik dengan Prancis.
“(GPII pun) mendesak pengadilan internasional agar mengadili Emmanuel Macron,” tegas Farisz.
Menurut laporan Detikcom, massa GPII tiba di Jalan MH Thamrin, tepatnya di sekitar Halte TransJakarta Sarinah pada pukul 13.52 WIB. Satu mobil komando dibawa massa.
Massa pun membentangkan spanduk, poster serta Bendera Indonesia, bendera GPII. Spanduk yang dibawa bertulisan ‘Gerakan Pemuda Islam Indonesia USIR KEDUBES PERANCIS DARI BUMI INDONESIA’.
Spanduk yang dibawa bertuliskan ‘Awas…!!! VIRUS MACRONISME’ dan ‘USIR KEDUBES PERANCIS DARI BUMI INDONESIA…!!! KALIAN HINA NABI KAMI KALIAN HARUS PERGI DARI NKRI’.
Massa juga membawa poster bergambar Macron dengan membubuhkan tulisan di bawahnya sebagai virus Macronisme. Selama berorasi para massa aksi ini juga menuntut boikot terhadap seluruh produk Prancis.
GPII pun menuntut produsen produk Prancis yang beroperasi di Indonesia menghentikan produknya.
Aparat kepolisian pun berada di lokasi untuk melakukan pengamanan. Pagar kawat besi dan beton pembatas sudah terpasang di setengah badan jalan.
Kecaman Luas Dunia Muslim
Ketegangan di Prancis semakin meningkat pasca peristiwa pemenggalan kepala seorang guru sekolah menengah, Samuel Paty, pada 16 Oktober di pinggiran Paris. Guru tersebut dipenggal setelah menunjukkan kartun Nabi Muhammad yang menghujat di salah satu kelasnya tentang kebebasan berekspresi.
Penyerangan dilakukan Abdullah Anzorov (18 tahun) asal Chechnya, yang kemudian ditembak mati oleh polisi. Macron memberikan penghormatan kepada Paty dan membela kartun Nabi itu, dengan mengatakan Prancis “Tidak akan melepaskan kartun kami.” Hal itulah yang kemudian menyebabkan kemarahan Muslim di seluruh dunia.
Selain kecaman dari sejumlah negara termasuk Turki, Iran, dan Pakistan, juga muncul seruan untuk memboikot produk Prancis.
Penerbitan ulang kartun hinaan terhadap Nabi Muhammad, sekaligus pernyataan Macron tentang Islam dan komunitas Muslim, memicu kecaman luas di dunia Arab pada tingkat resmi dan lainnya.
Sejumlah negara Arab, serta Turki, Iran, dan Pakistan, telah mengecam sikap Macron yang keras terhadap Muslim dan Islam.
Sejumlah aktivis di sejumlah negara Timur Tengah pun melancarkan seruan boikot terhadap produk Prancis.
Bahkan, produk-produk Perancis ditarik dari peredaran di sejumlah tiitk di negara Kuwait, Yordania, dan Qatar.
Selain itu, seruan boikot juga bergema di Maroko, Turki, Suriah, Libya, dan Jalur Gaza.
Sebagaimana diketahui sebelumnya, karikatur Nabi Muhammad ditampilkan menggunakan proyektor di gedung pemerintahan di Perancis. Hal tersebut dinilai sebagai bentuk penghormatan terhadap guru sejarah, Samuel Paty yang dipenggal kepalanya oleh seorang imigran muslim.
Penggambaran kontroversial dari Charlie Hebdo ini ditampilkan di gedung balai kota di wilayah Occitanie, yakni Montpellier dan Toulouse.
Gambar proyeksi tersebut berlangsung selama lebih dari 4 jam pada hari Rabu (21/10/2020) malam waktu setempat.[IZ]