(IslamToday ID) – Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang mencapai Rp 764,9 triliun hingga Oktober 2020, semata-mata terjadi karena peraturan yang dibuat oleh pemerintah.
Menurut Ketua Majelis Jaringan Aktivis Pro Demokrasi (ProDEM) Iwan Sumule, pada dasarnya postur APBN ditentukan dan ditetapkan oleh pemerintah. Batas maksimal defisit keuangan negara yang disyaratkan UU No 17/2003 tentang keuangan negara pun dinilainya sudah tidak berlaku.
“Oleh karenanya, defisit APBN semua diakibatkan karena telah terbitnya Perppu No 1/2020 atau UU No 2/2020 tentang Corona,” kata Iwan seperti dikutip dari RMOL, Senin (23/11/2020).
Hal itu sekaligus menampik pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani yang menyebut defisit APBN terjadi karena pandemi Covid-19. Menurut Iwan, beberapa fungsi lembaga yang seharusnya bisa mengawasi aliran keuangan negara diredam oleh UU tersebut.
Fungsi KPK, BPK, dan lembaga negara lainnya dikebiri karena UU No 2/2020 tentang Corona yang memberi imunitas kepada pemerintah. Bila terjadi kerugian keuangan negara di masa tanggap darurat corona, lanjutnya, maka tidak bisa dikatakan sebagai kerugian negara, melainkan sebagai pembiayaan.
“Dan bila kebijakan yang salah pun tak bisa digugat di PTUN. Lagi-lagi semua akibat UU No 2/2020 tentang Corona. UU Corona akan dijadikan benteng oleh UU No 11/2020 tentang Ciptaker, dan benteng para pengutil brankas negara,” tandasnya.
Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan pemerintah selalu transparan dalam mengelola keuangan negara. Termasuk soal penarikan utang untuk membiayai APBN.
Adapun utang RI per akhir September 2020 tercatat Rp 5.756,87 triliun atau 36,41 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Utang ini lebih besar Rp 1.056,59 triliun dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat Rp 4.700,28 triliun.
Ia menekankan, Kementerian Keuangan juga selalu menyampaikan ke masyarakat apa saja yang disusun dalam APBN, termasuk pembiayaan belanja yang memang tidak mampu dilakukan hanya dari penerimaan negara.
Ia pun berharap masyarakat untuk bisa memahami apa yang telah disusun dari APBN melalui sumber terpercaya. Oleh karenanya, ia meminta Dirjen-nya untuk melakukan pembaruan data setiap saat agar masyarakat paham.
“Kadang-kadang masyarakat perlu tahu, sehingga tidak dapat informasi dari komentar-komentar yang tidak sesuai dengan rencana pemerintah yang sudah sangat transparan soal hal ini,” jelasnya.
Menurutnya, pemahaman yang perlu ditekankan terutama mengenai utang. Apalagi ini adalah isu yang sangat menarik. [wip]