(IslamToday ID) – Dijerat Pasal 160 KUHP dan Pasal 216 KUHP, Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab (HRS) terancam hukuman 6 tahun penjara.
Kedua pasal tersebut dikenakan lantaran beberapa waktu lalu Habib Rizieq secara terbuka mengundang massa ke acara pernikahan putrinya di Petamburan, Jakarta Pusat. Undangan tersebut disampaikan Habib Rizieq di hadapan sejumlah orang setelah kembali tiba di Indonesia.
“Iya iya (karena mengundang ke acara pernikahan putrinya),” kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus seperti dikutip dari CNN Indonesia, Jumat (11/12/2020).
Pernyataan Habib Rizieq yang mengundang massa itu diunggah di Youtube Front TV dan sempat ditayangkan di acara Mata Najwa. Dalam video yang ditayangkan itu Habib Rizieq mengumumkan akan membuat acara pernikahan putrinya di Petamburan, Jakarta Pusat.
“Insya Allah hari Sabtu, malam Ahad, kita akan bikin Maulid di Petamburan sekaligus insya Allah saya akan menikahkan putri saya yang keempat,” ucap Habib Rizieq dalam tayangan itu.
Selain Habib Rizieq, dalam perkara kerumunan massa ini, polisi juga menetapkan lima orang lainnya sebagai tersangka.
Mereka yakni Haris Ubaidillah (Ketua Panitia), Ali Bin Alwi Alatas (Sekretaris Panitia), Maman Suryadi (Panglima LPI-Penanggung Jawab Keamanan Acara), Sobri Lubur (Penanggung Jawab Acara), Habib Idrus (Kepala Seksi Acara).
Namun, kelima tersangka ini dijerat dengan pasal berbeda, yaitu Pasal 93 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Terkait penetapan Habib Rizieq sebagai tersangka, Tim Hukum FPI pun menyatakan keberatannya.
Anggota Tim Hukum FPI Ichwan Tuannakotta mempertanyakan apa dasar yang digunakan pihak kepolisian sehingga menetapkan Habib Rizieq sebagai tersangka. Apalagi, selama ini Habib Rizieq juga belum pernah diperiksa terkait kasus ini.
“Kita merasa keberatan dan pihak kepolisian tidak menjunjung keadilan dan kebenaran dalam proses ini,” kata Ichwan.
Diketahui, Pasal 160 KUHP berbunyi: “Barang siapa di muka umum dengan lisan atau tulisan menghasut supaya melakukan perbuatan pidana, melakukan kekerasan terhadap penguasa umum atau tidak menuruti baik ketentuan undang-undang maupun perintah jabatan yang diberikan berdasar ketentuan undang-undang, diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun atau pidana denda paling banyak Rp4.500”.
Sedangkan Pasal 216 KUHP berbunyi: “Barang siapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh pejabat berdasarkan tugasnya, demikian pula yang diberi kuasa untuk mengusut atau memeriksa tindak pidana; demikian pula barang siapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan tindakan guna menjalankan ketentuan undang-undang yang dilakukan oleh salah seorang pejabat tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak Rp9.000”. [wip]