(IslamToday ID) – Selama 15 tahun terakhir atau sejak 2005 sebanyak 426 kepala daerah maupun wakil kepala daerah terlibat dalam kasus hukum. Jumlah ini dicatat berdasarkan kasus hukum yang diproses oleh KPK, kepolisian, dan kejaksaan.
“Totalnya 426 kepala daerah dan wakil, atau 78,5 persen dari jumlah daerah otonom kita (542 daerah otonom),” kata Presiden Institut Otonomi Daerah, Djohermansyah Djohan dalam diskusi daring seperti dikutip dari Republika, Rabu (23/12/2020).
Ia mengatakan, sejauh ini kepala daerah yang terlibat kasus hukum terakhir ialah Bupati Banggai Laut Wenny Bukamo yang terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK. Wenny diduga menerima suap terkait pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemkab Banggai Laut. Hasil uang suap itu diduga digunakan untuk keperluan dana kampanye Wenny di pemilihan bupati Banggai Laut tahun 2020 sebagai petahana.
Menurut Djohermansyah, dengan banyaknya kepala daerah yang berakhir di balik jeruji besi, maka pelaksanaan Pilkada langsung tidaklah maksimal. Jika dibandingkan dengan kepala daerah hasil pemilihan langsung yang berhasil dipercaya menjabat posisi lebih tinggi di pemerintahan.
Misalnya, mantan Walikota Solo Joko Widodo (Jokowi) yang dianggap berhasil di pemerintahan karena pernah menjabat gubernur DKI Jakarta hingga kini menjadi presiden Indonesia dua periode. Kemudian ada mantan Gubernur Sulawesi Selatan Syahrul Yasin Limpo yang diangkat menjadi Menteri Pertanian dan Walikota Surabaya Tri Rismaharini yang dilantik menjadi Menteri Sosial.
Djohermansyah mengatakan, keberhasilan kepala daerah ini hanya sekitar 5 persen sejak Pilkada langsung pertama kali digelar pada Juni 2005. Menurutnya, permasalahan penyelenggaraan Pilkada pun malah makin menjadi-jadi, mulai dari tingginya biaya kandidat kepala daerah, politisasi birokrasi, maraknya politik dinasti/politik kekerabatan, hingga meningkatnya calon tunggal.
Ia menyoroti temuan KPK yang menyebutkan sumber dana calon kepala daerah untuk Pilkada lebih banyak dari investor politik atau cukong, yaitu sekitar 82 persen. Ia mengkhawatirkan jika roda pemerintahan daerah dijalankan oleh kepala daerah terpilih yang didanai para cukong, karena potensi penyalahgunaan kekuasaan sebagai upaya mengembalikan uang para cukong tersebut.
“Jadi ini betul-betul sangat memprihatinkan dan mengkhawatirkan pemerintahan daerah nanti kalau dimenangkan Pilkadanya oleh si calon yang didanai oleh para cukong,” kata Djohermansyah. [wip]