(IslamToday ID) – Pemerintah harus memperketat mobilitas atau pergerakan masyarakat karena kasus positif Covid-19 terus melonjak dan tak terbendung. Rekor tertinggi penambahan kasus terjadi pada hari Sabtu (16/1/2021) yang mencapai 14.224.
Co-Founder Kawal Covid-19, Elina Ciptadi mengatakan, pemerintah harus membatasi pergerakan masyarakat terhadap kegiatan-kegiatan yang dapat menimbulkan kerumunan, sehingga menjadi sumber penularan Covid-19.
“Kita harus belajar dari yang kemarin-kemarin itu. Kami berharap juga pemerintah membuat kebijakan yang lebih membatasi mobilitas. Enggak ada cara lain,” kata Elina seperti dikutip dari CNN Indonesia, Senin (18/1/2021).
Pemerintah sendiri telah menerapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di sejumlah wilayah di Jawa-Bali pada 11-25 Januari 2021.
Sejumlah kebijakan diterapkan di antaranya 75 persen bekerja dari rumah atau work from home (WFH) hingga pembatasan jam operasional tempat-tempat umum.
Namun, Elina menilai lonjakan kasus itu tak lepas dari beragam agenda besar seperti Pilkada Serentak 2020 hingga libur akhir tahun yang terjadi secara beruntun Desember lalu.
“Ada perhelatan, atau liburan, atau momen yang membuat orang itu berkumpul. Jadi ini seperti tidak ada habisnya, karena satu event kita baru mulai, beberapa minggu ada kenaikan kasus, baru sedikit bisa bernapas lega. Eh dihantam yang lain,” katanya.
Menurutnya, kenaikan kasus di pertengahan Januari ini sudah dapat diprediksi dan seharusnya dapat diminimalisasi dengan pembuatan kebijakan.
Di sisi lain, lanjut Elina, salah satu hal yang perlu menjadi perhatian dari pemerintah saat ini adalah rasio jumlah orang yang dites dengan hasil positif atau positivity rate kasus Covid-19 di Indonesia.
Dalam beberapa hari terakhir, persentase positivity rate cukup mengkhawatirkan mencapai 32,83 persen pada 17 Januari.
“Kalau kita lihat, tren positivity rate-nya itu naik terus. Dari yang waktu Desember itu masih 20-an persen, dan kemudian akhir Desember sampai awal Januari ini naik,” bebernya.
Elina juga mewanti-wanti keterisian rumah sakit di beberapa daerah yang sudah melebihi ambang batas.
Menurutnya, pemerintah harus tanggap merespons karena bukan tidak mungkin kepadatan rumah sakit berimplikasi pada lonjakan kasus meninggal akibat Covid-19.
“Kami semakin lama mendengar, istilahnya baru tiba di rumah sakit kemudian meninggal. Bahkan meninggal sambil menunggu, atau meninggal di rumah,” terang Elina.
“Kemungkinan karena itu, mereka menunda ke rumah sakit, melihat kondisi ‘yah gua ke rumah sakit juga kemungkinan akan ditolak dimana-mana’. Ini disayangkan banget,” tambahnya.
Sebagai gambaran, sejumlah daerah memiliki tingkat keterisian tempat tidur di ruang isolasi maupun ICU pasien Covid-19 yang melebihi 70 persen.
Padahal, ambang batas Bed Occupancy Rate (BOR) atau rasio keterisian tempat tidur menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) di angka 60 persen. Beberapa daerah yang tercatat melebihi standar WHO di antaranya DKI Jakarta, Kota Depok, Kota Kupang, Surabaya, Semarang, dan Yogyakarta.
Hingga 17 Januari 2021, jumlah kasus positif Covid-19 di Indonesia mencapai 907.929 dengan 736.460 sembuh dan 25.987 meninggal dunia. [wip]