(IslamToday ID) – Dalam konteks hukum politik, kebebasan berpendapat di media sosial pada era rezim Presiden Jokowi sekarang ini hanya dimiliki oleh buzzer pemerintah. Sedangkan untuk masyarakat dibungkam lewat peraturan perundang-undangan.
Hal itu diungkapkan oleh pengamat politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia, Ujang Komarudin seperti dikutip dari Kantor Berita Politik RMOL, Sabtu (3/4/2021).
“Jadi buzzer-buzzer punya peran besar dalam menjaga dan melindungi bos-bosnya. Dan juga untuk mengkonter berita-berita dari lawan politiknya,” kata Ujang.
Pada faktanya, Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) ini melihat adanya perlakuan tidak adil aparat pemerintah dalam hal penegakan hukum.
Sebagai contoh, Ujang menyinggung soal kasus hukum Syahganda Nainggolan yang baru saja dituntut enam tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) di sidang Pengadilan Negeri (PN) Depok, Kamis (1/4/2021), karena dinilai menyebarkan kabar bohong atau hoaks yang menyebabkan keonaran terkait aksi unjuk rasa menolak RUU Omnibus Law Cipta Kerja.
“Itulah faktanya. Pihak yang mengkritik bisa dikerjai dan dikriminalisasi. Di saat yang sama, mereka-mereka yang kritis di medsos diberangus dengan UU,” ucapnya.
Maka dari itu, Ujang memandang wajah hukum Indonesia sekarang ini masih jauh dari rasa keadilan. Karena, hukum masih bisa dimanfaatkan oleh orang-orang yang punya kekuasaan dan jabatan, dan memihak pada mereka yang ada di lingkaran Istana.
“Mereka yang beroposisi dikerjai, sedang mereka yang di lingkaran Istana dilindungi. Tapi kita tetap harus optimis, semoga ke depan wajah hukum kita tak bopeng dan berpihak pada keadilan dan kebenaran,” pungkas Ujang. [wip]