(IslamToday ID) – Langkah Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menerbitkan surat telegram terkait dengan peliputan media massa di lingkungan Polri dikecam Aliansi Jurnalis Independen (AJI). Telegram tersebut dinilai akan menghalangi kerja media massa.
Salah satu poin telegram yang diteken Kadiv Humas Irjen Argo Yuwono atas nama Kapolri pada 5 April itu melarang menyiarkan tindak arogansi dan kekerasan oleh aparat.
“Terutama poin satu berpotensi menghalangi kinerja jurnalis. Karena di dalamnya tertulis media dilarang menyiarkan tindakan kepolisian yang menampilkan kekerasan,” kata Ketua Umum AJI, Sasmito Madrim seperti dikutip dari CNN Indonesia, Selasa (6/4/2021).
Ia mengatakan aparat kepolisian kerap menjadi aktor yang melakukan kekerasan terhadap masyarakat, termasuk para jurnalis. Ia pun meminta Kapolri mencabut kembali surat telegram tersebut. “AJI meminta ketentuan itu dicabut jika dimaksudkan untuk membatasi kinerja jurnalis,” ujarnya.
Menurut Sasmito, Kapolri sebaiknya fokus menertibkan anak buahnya agar tak lagi melakukan kekerasan saat bertugas. Salah satu caranya yakni memproses hukum seluruh anggota Polri yang terlibat dalam kekerasan.
“Terbaru, kasus jurnalis Tempo, Nurhadi di Surabaya. Bukan sebaliknya memoles kegiatan polisi menjadi humanis,” katanya.
Sementara itu, Direktur LBH Pers Ade Wahyudi mengatakan telegram Kapolri sangat berpotensi melanggar UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers. Ade menyebut telegram tersebut bernuansa melarang meliput kekerasan aparat.
“Fungsi pers justru harus menjadi kontrol jalannya pemerintahan dan penegakan hukum,” kata Ade.
Ia mengatakan pelanggaran para pejabat publik atau aparat harus sampai ke masyarakat melalui kerja jurnalistik yang dilakukan oleh awak media.
Menurutnya, wartawan wajib mengabarkan kekerasan yang dilakukan para aparat kepolisian. Akses terhadap informasi itu, kata Ade, tak boleh ditutup melalui telegram tersebut.
“Karena media dilarang meliput, maka nanti hanya akan ada informasi tunggal yang justru itu menutup ruang demokrasi,” ujarnya. [wip]