(IslamToday ID) – Salah satu kuasa hukum Munarman, Aziz Yanuar mengkritik penangkapan kliennya oleh Tim Densus 88 Antiteror. Ia menilai banyak keganjilan dalam perkara itu.
“Kapan penyidikan dan penyelidikannya? Kok tiba-tiba ditangkap? Itu dari 2015 loh padahal,” ujar Aziz seperti dikutip dari RMOL, Rabu (28/4/2021).
Ia mengatakan, kehadiran Munarman di UIN Jakarta, Medan, dan Makassar dalam rangka acara seminar. Bukan melakukan baiat kepada kelompok teroris.
Kuasa hukum juga menilai penangkapan Munarman tidak sesuai prosedur. Keganjilan dirasa karena surat penangkapan baru diserahkan kepada kuasa hukum malam hari setelah Munarman ditangkap.
Selain itu, Aziz merasa jika penyidik mempersulit tim kuasa hukum mendampingi Munarman. Atas dasar itu, tim kuasa hukum akan mengajukan praperadilan atas penangkapan ini. “Setelah ini kami akan mengajukan praperadilan terkait penangkapan itu,” ujarnya.
Aziz juga membenarkan jika Munarman sudah ditetapkan sebagai tersangka. Ia mengaku mengetahui penetapan tersangka itu setelah mendampingi kliennya saat pemeriksaan di Polda Metro Jaya pada Selasa (27/4/2021) malam.
“Sudah tersangka, tapi suratnya (penetapan tersangka) kita tidak terima. Karena di suratnya tanggal 20 (April), sedangkan kemarin kita terima tanggal 27 (April),” kata Aziz.
Aziz mengatakan pihak kuasa hukum hanya menerima surat penangkapan dan penahanan saja. Ia melanjutkan bahwa Munarman dijerat dengan UU Terorisme. Namun ia mengaku tidak mengingat pasti pasal yang disangkakan kepada Munarman. “UU terorisme, tapi saya tidak ingat pasalnya, banyak pasalnya,” ujarnya.
Aktivis Petisi 28, Haris Rusly Moti merupakan satu dari sekian orang yang ragu dengan tudingan Munarman terlibat aksi terorisme. “Kakanda Munarman diteroriskan? Masa sih begitu?” ujarnya.
Haris memastikan bahwa Munarman jauh dari tuduhan tersebut. Baginya, semua orang yang mengenal Munarman sejak saat yang bersangkutan menjadi Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), maka akan berpikir mustahil ia berubah menjadi teroris.
Diakuinya bahwa sosok Munarman memang sangat fenomenal dengan keberaniannya dalam menyampaikan perlawanan. Bahkan keberanian itu sudah sangat terasa sejak ia menjadi seorang aktivis di LSM.
Namun jika kemudian keberanian itu disambungkan dengan tuduhan terorisme, maka hal tersebut tidak masuk di akal. “Munarman memang terkenal sangat berani sejak zaman jadi aktivis LSM. Tapi, untuk bisa jadi teroris, rasanya terlalu berlebihan,” tutup Haris.
Tuduhan Radikal Pun Tak Layak
Ketua Majelis Jaringan Aktivis Pro Demokrasi (ProDEM) Iwan Sumule menilai tuduhan bahwa Munarman terlibat terorisme terlalu berlebihan.
Iwan mengaku sudah mengenal Munarman sejak puluhan tahun lalu. Baginya mantan panglima FPI itu bukan sebatas sahabat dekat, melainkan sudah seperti saudara kandung.
“Berlebihan kalau menuduh kawan saya Munarman terlibat terorisme. Tudingan fundamentalis radikal pun jadi tak layak,” tuturnya.
Iwan pun bercerita mengenai kedekatannya dengan Munarman. Ia mengaku pernah menjadi tim sukses Munarman saat yang bersangkutan maju mencalonkan diri menjadi Ketua YLBHI.
Tidak hanya itu, Munarman juga merupakan salah satu saksi dari perjalanan hidupnya saat melamar sang istri. “Saya tim sukses ketika Maman (Munarman) jadi Ketua YLBHI, bahkan Maman ikut melamar saat saya ingin memperistri wanita keturunan China,” urainya.
Iwan bahkan pernah menyampaikan pertanyaan kepada Munarman mengenai pilihan untuk ikut berkecimpung di FPI.
Pertanyaan muncul lantaran FPI kala itu dikenal sebagai organisasi yang bersifat keagamaan dan memiliki kecenderungan menegakkan ajaran agama dengan cara-cara kekerasan.
Sementara Munarman dikenal sebagai aktivis yang plural dan menghormati perbedaan, juga pembela rakyat tertindas. Atas sepak terjang itu, Munarman kemudian terpilih menjadi Ketua YLBHI.
“Jawaban Munarman ketika itu kepada saya bahwa ‘justru karena anggapan itu saya masuk FPI. Untuk melakukan penyadaran agar umat tidak lagi mau dan mudah diadu domba oleh oknum-oknum negara yang dapat memecah belah persatuan’,” kenang Iwan.
Sementara itu, Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Ahmad Ramadhan menyampaikan, Korps Bhayangkara menghargai upaya hukum lain yakni praperadilan dalam kasus dugaan tindak pidana terorisme.
“Apabila pihak kuasa hukum atau pihak tersangka mengajukan praperadilan akan kami hargai,” katanya.
Ahmad mengatakan, praperadilan merupakan hak yang dimiliki oleh tersangka. Hal ini juga sebagai bagian dari koreksi bila ada tindakan kepolisian yang dianggap keliru. Namun, kritik itu harus dilakukan sesuai koridor hukum.
Polri juga menghargai pendapat masyarakat terkait penangkapan Munarman. Ia menyebut penangkapan pengacara Habib Rizieq Shihab itu berdasarkan bukti yang kuat.
Ahmad menegaskan, Polri dalam hal ini Densus 88 Antiteror telah sesuai SOP. Yakni penetapan tersangka Munarman melalui tahapan gelar perkara pada 20 April 2021 yang lalu.
“Kemudian pada tanggal 27 April 2021 kemarin, dikeluarkan surat perintah penangkapan dan telah dilakukan penangkapan kemarin kepada saudara M di rumah yang bersangkutan di perumahan Bukit Modern Hills, Pondok Cabe, Pamulang, Tangerang Selatan,” beber Ahmad.
Adapun surat penangkapan tersebut juga diberikan kepada pihak keluarga, dalam hal ini istri Munarman. “Disampaikan dan diterima serta ditandatangani. Artinya penangkapan saudara M diketahui pihak keluarga, dalam hal ini istri yang bersangkutan,” pungkasnya. [wip]