(IslamToday ID) – Direktur Eksekutif Amnesty International Usman Hamid angkat bicara terkait dengan penangkapan kuasa hukum Habib Rizieq Shihab (HRS) Munarman. Ia mendesak kepolisian segera menginvestigasi proses penangkapan oleh Densus 88 Antiteror itu karena diduga telah melanggar HAM.
“Setiap penangkapan, apapun kasusnya termasuk jika itu tuduhan terkait terorisme harus menghormati nilai-nilai hak asasi manusia,” kata Usman seperti dikutip dari CNN Indonesia, Kamis (29/4/2021).
Ia menilai penangkapan yang dilakukan aparat kepolisian terhadap Munarman terkesan sewenang-wenang. Bahkan polisi secara gamblang mempertontonkan tindakan aparat yang tidak menghargai nilai-nilai HAM ketika menjemput mantan pentolan FPI itu secara paksa.
“Menyeret dengan kasar, tidak memperbolehkan memakai alas kaki, menutup matanya dengan kain hitam merupakan perlakuan yang tidak manusiawi dan merendahkan martabat. Itu melanggar asas praduga tak bersalah,” kata Usman.
Lagi pula, katanya, tuduhan terlibat aksi terorisme tak bisa dijadikan alasan untuk melanggar hak asasi seseorang dalam proses penangkapannya. Munarman, kata Usman, juga tak terlihat membahayakan petugas.
“Bahkan tidak terlihat ada urgensi aparat melakukan tindakan paksa tersebut. Hak-hak Munarman harus dihormati apapun tuduhan kejahatannya,” ucapnya.
Tak hanya itu, menurut Usman, dalam situasi pandemi Covid-19 ini penegak hukum mestinya lebih sensitif. Penangkapan juga harusnya mempertimbangkan protokol kesehatan dan hak atas kesehatan dari orang yang hendak ditangkap atau ditahan.
“Termasuk menyediakan masker untuk menutupi mulut dan hidung, bukan justru membiarkannya terbuka dan menutup matanya dengan kain hitam,” katanya.
“Apapun kejahatan yang dituduhkan kepadanya, setiap orang yang disangka melakukan kejahatan, termasuk Munarman, memiliki hak untuk diperlakukan sebagai orang yang tidak bersalah sampai dibuktikan sebaliknya oleh pengadilan yang tidak memihak,” lanjut Usman.
Kesulitan Temui Munarman
Sementara itu, anggota Tim Advokasi Ulama dan Aktivis (Taktis), Hariadi Nasution mengaku kesulitan menemui kliennya Munarman. Padahal, menurutnya, berdasarkan pasal 54, 55, dan 56 KUHP seharusnya Munarman bisa langsung mendapatkan bantuan hukum.
“Terlebih ancaman pidana terhadap klien kami lebih dari lima tahun. Sehingga klien kami wajib mendapat bantuan hukum,” ujarnya seperti dikutip dari Republika.
Tak sampai di sana, tuduhan terkait terorisme pada Munarman juga disebut tak mendasar. Mengingat, Munarman dan FPI disebutnya jelas telah mengatakan bahwa tindakan ISIS tidak sesuai keyakinan mereka.
Bahkan, Munarman disebut Hariadi dalam berbagai kesempatan telah mengajak masyarakat untuk menghindari ajakan atau situs-situs terkait. Khususnya yang mengarahkan kepada tindakan ekstrimisme.
“Terkait temuan di gedung eks DPP FPI oleh kepolisian adalah deterjen dan pembersih toilet untuk kerja bakti masjid dan mushola,” lanjutnya.
Sedangkan temuan di kediaman Munarman, menurutnya, hanya buku-buku intelektual koleksi pribadi. Dengan alasan itu, menurut Heriadi, setiap proses penegakan hukum terhadap Munarman harus menjunjung tinggi HAM dan asas hukum.
Ia juga mempermasalahkan penyeretan paksa Munarman dan penutupan wajahnya saat digelandang ke Polda Metro Jaya. Menurut Hariadi hal itu menyalahi UU dan prinsip hukum, serta hak asasi manusia. [wip]