(IslamToday ID) – Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah mengklaim telah meningkatkan kesejahteraan para buruh dan pekerja, termasuk bantuan subsidi upah (BSU) dan berbagai program peningkatan kompetensi.
Hal itu diungkapkannya menanggapi peringatan Hari Buruh (May Day) 2021. Ida juga mengklaim terdapat pula berbagai program lain yang dilakukan kementeriannya untuk menangani dampak pandemi Covid-19.
“Seperti pelatihan vokasi dengan metode blended training atau pelatihan campuran, pemagangan di industri, pelatihan peningkatan produktivitas bagi tenaga kerja, sertifikasi kompetensi, dan penempatan tenaga kerja dalam negeri,” kata Ida.
Menteri asal PKB itu juga telah memastikan jelang hari raya Idul Fitri telah ada kebijakan terkait pemberian tunjangan hari raya (THR) yang harus diberikan secara penuh.
Ida berharap stimulus tersebut akan dapat menggerakkan konsumsi masyarakat yang akan berdampak pula pada kinerja berbagai perusahaan.
Sementara, klaim Ida tersebut seolah terbantahkan dengan sikap Gerakan Buruh Bersama Rakyat (Gebrak) yang menganggap sedikitnya ada 11 kebijakan pemerintah yang merugikan kalangan buruh selama lebih dari setahun pandemi Covid-19.
Kebijakan tersebut mulai dari pemotongan upah, penghapusan tunjangan hari raya, lonjakan tenaga kerja asing, termasuk pengesahan UU Cipta Kerja (Ciptaker).
“Gebrak telah melakukan pencatatan sebanyak 11 kebijakan dan peraturan yang menurut kami itu bermasalah,” kata Sekjen Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi (SINDIKASI), Ikhsan Raharjo dalam jumpa pers daring, Kamis (29/4/2021).
Pertama, kata Ikhsan, keputusan pemerintah lewat Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan No M/3/HK.04/III/2020 tentang Pelindungan Pekerja/Buruh dan Kelangsungan Usaha Dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Covid-19.
Gebrak menilai kebijakan tersebut membuka peluang pemotongan upah buruh tanpa batas waktu dan besaran potongan yang jelas. Ikhsan menilai pemerintah tidak memberi kriteria yang jelas dan ketat dalam kebijakan tersebut.
Kedua, pemerintah sempat melepas tanggung jawab perusahaan untuk membayar THR lewat Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan No M/6/HI.00.01/V/2020. Menurut Ikhsan, SE tersebut tidak memberi batasan yang jelas bagi perusahaan untuk menunda pembayaran THR.
Ketiga, pemerintah dinilai menggunakan dalih pandemi untuk menaikkan upah minimum 2021. Padahal, kata Ikhsan, kenaikan upah minimum bisa mendongkrak daya beli kelas buruh yang berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi nasional.
Keempat, Ikhsan menilai masih ada celah bagi perusahaan untuk menghindari pembayaran THR lewat Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No 6 Tahun 2016 tentang THR Keagamaan bagi pekerja atau buruh di perusahaan. Menurutnya, Kemenaker tidak menjabarkan tolok ukur dampak pandemi terhadap ketidakmampuan keuangan perusahaan.
Kelima, Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No 2 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Pengupahan pada Industri Padat Karya Tertentu dalam Masa Pandemi Covid-19, yang dinilai telah melegalkan pemotongan upah buruh hingga Desember 2021.
Keenam, UU No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Omnibus Law). Buruh menilai proses penyusunan UU tersebut cacat prosedur, tidak demokratis, dan banyak mendaur ulang pasal inkonstitusional.
“Secara substansi, Undang-Undang Cipta Kerja mempermudah korporasi meraup keuntungan dengan cara merampas dan menghancurkan ruang hidup rakyat,” katanya.
Ketujuh, Peraturan Pemerintah No 34 Tahun 2021 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing. Menurut Ikhsan, lonjakan tenaga kerja asing di Indonesia akan meningkat seiring dibukanya investasi asing karena UU Ciptaker.
Kedelapan, Peraturan Pemerintah No 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja. Peraturan tersebut dinilai tidak memberi batas bagi buruh berstatus kontrak, menambah jam lembur, dan mempermudah mekanisme PHK.
Kesembilan, Peraturan Pemerintah No 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan, yang dinilai bakal melanggengkan upah murah dan pekerjaan tidak layak bagi buruh.
Kesepuluh, Peraturan Pemerintah No 37 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan. Peraturan pemerintah tersebut dinilai melepas tanggung jawab perusahaan atas kompensasi PHK melalui skema Jaminan Kehilangan Pekerjaan.
Kesebelas, Peraturan Presiden No 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden No 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Menurut Ikhsan, kenaikan iuran BPJS Kesehatan lewat peraturan presiden itu semakin memperberat beban buruh dan rakyat yang kehilangan pekerjaan karena pandemi.
Gebrak merupakan gabungan dari belasan organisasi buruh, antara lain Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI), Konfederasi Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI), Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), termasuk organisasi mahasiswa seperti Komite Revolusi Pendidikan Indonesia (KRPI), Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI), DPP Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI). [wip]