(IslamToday ID) – Secara resmi KPK telah mengumumkan bahwa 75 orang pegawainya tidak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK) yang merupakan bagian dari seleksi ujian Aparatur Sipil Negara (ASN).
Seperti diketahui, KPK tengah memproses alih status para pegawai menjadi ASN yang rencananya akan dilantik pada pertengahan tahun ini.
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron memaparkan hasil TWK alih status ini terdiri atas dua kategori, yakni memenuhi syarat dan tidak memenuhi syarat.
“Hasil sebagai berikut, (a) pegawai yang memenuhi syarat sebanyak 1.274 orang, (b) yang tidak memenuhi syarat ada 75 orang,” kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (5/5/2021).
Ia mengatakan hasil TKW mendapati 1.274 pegawai dinyatakan memenuhi syarat dan 75 pegawai tidak memenuhi syarat, sementara dua pegawai tidak mengikuti TWK. Sejumlah aspek yang diukur dalam tes ini, menurut Ghufron, di antaranya integritas, netralitas, dan antiradikalisme.
Selanjutnya, Sekjen KPK akan membuat surat penetapan untuk semua pegawai yang mengikuti TWK, baik yang memenuhi syarat maupun yang tidak. Adapun tindak lanjut untuk pegawai yang tidak memenuhi syarat akan dikoordinasikan lebih lanjut dengan Badan Kepegawaian Negara (BKN), serta Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB).
Kemudian, selama belum ada penjelasan lebih lanjut dari BKN dan Kemenpan-RB maka KPK tidak akan memberhentikan pegawai yang tidak lolos.
“KPK tidak pernah menyatakan melakukan pemecatan terhadap 75 pegawai yang TMS (tidak memenuhi syarat),” tutur Sekjen KPK, Cahya Harefa.
Sebelum pengumuman dan pembacaan hasil tes, Ketua KPK Firli Bahuri sempat memaparkan soal proses alih status hingga menyentil ihwal bocornya informasi mengenai hasil tes seleksi ASN.
Dalam kesempatan itu ia juga meminta maaf atas penundaan pengumuman hasil TWK. Firli beralasan harus menghormati proses hukum yakni gugatan di Mahkamah Konstitusi (MK).
“Saya dan kami semua insan KPK, saya ulangi, saya dan kami semua insan KPK sangat menyayangkan ada pihak-pihak yang mengambil suatu tindakan dan menjadikan diri sebagai korban dan membocorkan informasi tanpa menunggu informasi resmi KPK yang sama-sama kita cintai,” tuturnya seperti dikutip dari CNN Indonesia.
Bukan Tanggung Jawab Kemenpan-RB
Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) Tjahjo Kumolo menanggapi pernyataan KPK yang akan menyerahkan nasib 75 pegawai tidak lulus tes wawasan kebangsaan (TWK) kepada Kemenpan-RB dan Badan Kepegawaian Negara (BKN). Menurutnya, nasib 75 pegawai tersebut bukan tanggung jawab Kemenpan-RB, melainkan kewenangan pimpinan KPK.
“Sedang akan diklarifikasi hal tersebut maksudnya apa? Dasarnya nasib 75 pegawai KPK tersebut merupakan kewenangan pimpinan KPK. Sebagaimana terdapat peraturan KPK yaitu Peraturan Komisi (Perkom) No 1 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pengalihan Status Pegawai Menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN),” kata Tjahjo seperti dikutip dari Republika.
Ia menegaskan masalah kepegawaian sifatnya adalah urusan internal KPK. Sehingga, yang dapat mengambil keputusan atas nasib 75 pegawai tersebut adalah KPK. “Ini urusan KPK. Kemenpan-RB tidak ikut dalam proses tes pegawai KPK terkait wawasan kebangsaan,” katanya.
Tjahjo menjelaskan dasar pelaksanaan tes peralihan status pegawai KPK menjadi ASN tersebut adalah Peraturan KPK. Sementara, Kemenpan-RB sejak awal tidak ikut dalam proses peralihan tersebut.
Dalam TWK juga, kata Tjahjo, KPK bekerja sama dengan BKN dan lembaga lainnya. Hasil tes pun sudah diserahkan kepada pimpinan KPK.
Karena itu, ia menilai sesuai peraturan KPK maka kewenangan menentukan hasilnya merupakan kewenangan pimpinan KPK. Tjahjo pun mempertanyakan alasan KPK mengembalikan keputusan kepada Kemenpan-RB.
“Keputusan dari tim wawancara tes. Hasil diserahkan ke pimpinan KPK. Ya sudah selesai kok dikembalikan ke Kemenpan-RB, dasar hukumnya apa? Ini kan intern rumah tangga KPK,” ungkapnya.
Pelemahan Pemberantasan Korupsi
Wadah Pegawai (WP) KPK memandang TWK tidak terlepas dari konteks pelemahan pemberantasan korupsi yang telah terjadi sejak revisi UU KPK atau UU No 19/2019 berlaku.
“Hal tersebut mengingat tes ini dapat berfungsi untuk menjadi filter untuk menyingkirkan pegawai KPK yang berintegritas, profesional serta memiliki posisi strategis dalam penanganan kasus-kasus besar di KPK,” kata Ketua WP KPK Yudi Purnomo Harahap, Rabu (5/5/2021).
Ia menekankan, sikap Wadah Pegawai KPK terkait TWK sejak awal tertuang dalam surat No 841/WP/A/3/2021 yang dikirimkan kepada pimpinan KPK pada 4 Maret 2021, serta penjelasan dalam berbagai forum. Surat tersebut pada pokoknya berisi, pertama tes wawasan kebangsaan berpotensi menjadi sarana legitimasi untuk menyingkirkan pegawai-pegawai yang menangani kasus strategis atau menempati posisi strategis.
Kedua, tes wawasan kebangsaan yang menjadi ukuran baru untuk lulus maupun tidak lulus melanggar 28 D ayat (2) UUD 1945 mengenai jaminan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja dan bahkan UU KPK itu sendiri. Karena, UU KPK maupun PP No 41/2020 terkait pelaksanan alih status tidak mensyaratkan adanya TWK.
“TWK baru muncul dalam Peraturan Komisi No 1 Tahun 2021 yang bahkan dalam rapat pembahasan bersama tidak dimunculkan. Hal tersebut menimbulkan pertanyaan siapa pihak internal KPK yang begitu ingin memasukan TWK sebagai suatu kewajiban?” kata Yudi.
Ketiga, lanjut Yudi, TWK tidak sesuai prinsip transparansi dan akuntabilitas karena sejak awal tidak jelas konsekuensinya. Lebih lanjut, Mahkamah Konstitusi (MK) dalam putusannya menyatakan pengalihan status tidak boleh merugikan hak pegawai KPK untuk diangkat menjadi ASN.
Hal itu bahkan tertuang dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Perkara No 70/PUU-XVII/2019 yang dibacakan pada Selasa (4/5/2021).
Yudi menyebutkan, berkaitan dengan hal tersebut sudah seharusnya pimpinan KPK sebagai pemimpin lembaga penegakan hukum menjalankan putusan MK secara konsisten dengan tidak menggunakan tes wawasan kebangsaan sebagai ukuran baru dalam proses peralihan yang menyebabkan kerugian hak pegawai KPK.
“Pemberantasan korupsi tidak bisa dipisahkan dari konteks institusi dan aparatur berintegritas dalam pemenuhannya. Segala upaya yang berpotensi menghambat pemberantasan korupsi harus ditolak,” pungkas Yudi.
Lempar Batu Sembunyi Tangan
Mantan juru bicara KPK Febri Diansyah menyatakan dalam seleksi peralihan status pegawai menjadi ASN itu, KPK seperti lempar batu sembunyi tangan.
Ini karena KPK mengklaim tidak akan memecat 75 pegawai dan akan berkoordinasi dengan Menpan-RB. Tetapi Menpan-RB Tjahjo Kumolo menegaskan tidak bisa membantu KPK terkait nasib 75 pegawai yang gagal TWK.
“Kenapa terkesan seperti perlombaan lempar batu sembunyi tangan ya?” kata Febri, Kamis (6/5/2021), seperti dikutip dari Fajar.co.id.
Menurutnya, 75 pegawai yang dijegal itu akan menjadi sejarah bagi kinerja pemberantasan korupsi. Terlebih puluhan pegawai yang tak lulus asesmen TWK itu dinilai merupakan orang-orang yang berintegritas.
“Waktu akan mencatat. Di masa inilah kata kebangsaan dapat dijadikan alat mematikan pemberantasan korupsi,” cetus Febri.
Ia memandang tidak ada sebuah bangsa bisa dihormati dan bermartabat, sementara masih banyak pelaku korupsi. “Padahal tidak ada sebuah bangsa, yang bisa menjadi bangsa yang bermartabat dan dihormati karena slogan semata. Sementara para pejabatnya korup,” ungkap Febri.
Anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani meminta 75 pegawai KPK yang tidak lolos dari tes wawasan kebangsaan tidak perlu diberhentikan. Ia menilai sebaiknya pegawai yang tidak lolos diberikan pembinaan.
“Tidak memenuhi syarat itu bukan untuk diberhentikan, tapi diberi kesempatan, diberikan pembinaan agar wawasan kebangsaannya itu naik, terimprove, sehingga menjadi memenuhi syarat, bukan diberhentikan,” kata Arsul.
Ia menuturkan yang tidak memenuhi syarat ini masih memiliki kesempatan untuk dijadikan ASN. Tergantung bagaimana kebijakan pimpinan KPK. “Kalau itu kebijakan. Kalau pimpinan KPK mengatakan bisa, setelah kamu memenuhi syarat,” pungkasnya. [wip]