(IslamToday ID) – Salah satu dari 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lulus tes wawasan kebangsaan (TWK) untuk alih status ASN adalah Direktur Sosialisasi dan Kampanye Antikorupsi, Giri Suprapdiono. Ia bercerita bahwa TWK diduga merupakan pengembangan dari tes radikalisme.
Tes ini pernah dilakukan dalam sejumlah seleksi di KPK, salah satunya yakni pencalonan menjadi pimpinan lembaga antirasuah.
Pejabat eselon dua lembaga antirasuah itu sudah dua kali ikut seleksi calon pimpinan KPK. Di dua tes itu ia selalu lolos dalam tahapan seleksi soal radikalisme. Di percobaan pertama menjadi pimpinan KPK, Giri lolos sampai 19 besar. Di tes kedua, sampai 40 besar.
“Saya lolos sampai 19 besar dan 40 besar, dan di tahap awal ada tes radikalisme dan saya lolos dan itu dibikin oleh (TNI) Angkatan Darat. Dan tes itu juga diteskan kepada pegawai KPK,” kata Giri dalam diskusi polemik, Sabtu (8/5/2021).
Ia mengaku tes dalam TWK itu hampir sama dengan tes radikalisme saat menjadi calon pimpinan KPK. Namun, dengan sejumlah tambahan seperti esai yang menyangkut soal FPI, HTI, hingga utang negara. Diketahui, soal-soal dalam tes ini disorot karena dinilai tidak pas untuk ditanyakan.
Selain itu, tes tentang sikap seperti pertanyaan yang bernuansa rasisme, apakah orang Jepang itu kejam, hingga terkait etnis China. Giri mengaku pertanyaan tersebut membingungkan, karena tak terkait dengan pemberantasan korupsi.
Lalu, ada tes asessmen psikologi yang dilanjutkan dengan interview. Ia mengaku petugas yang melakukan tes ini berbeda-beda, ada yang dari BKN, BNPT, hingga BIN.
“Dan pertanyaan saya justru tidak banyak yang saya tulis dalam tes. Ada pernyataan yang diambil dari Google dari media sosial segala macam. Tapi menurut saya tidak ada yang radikal dari proses seleksi tersebut dalam jawaban-jawabannya,” kata Giri.
Ia pun menilai tes itu tidak begitu signifikan hasilnya. Sehingga ia menduga bahwa tes itu hanya untuk menyingkirkan dirinya dan 74 orang lainnya agar tidak melanjutkan upaya pemberantasan korupsi di lembaga antirasuah.
“Jadi saya berkeyakinan bahwa hasil tes itu sebenarnya tidak signifikan, tapi kemungkinan kami-kami ini tidak diinginkan untuk melanjutkan pemberantasan korupsi di republik ini,” ucapnya.
75 Orang yang tidak lolos TWK dinilai memiliki posisi strategis di KPK. Giri merinci, setidaknya ada delapan pejabat eselon yang masuk dalam daftar tersebut. Mulai dari Deputi hingga Kepala Bagian.
Selain itu, kepala satuan tugas (Kasatgas) penyidikan di KPK juga banyak yang masuk daftar tersebut. Setidaknya, kata Giri, ada 7 Kasatgas penyidikan dan 2 Kasatgas penyelidikan.
Bahkan mereka adalah pegawai-pegawai yang dinilai berintegritas dan tengah mengusut kasus-kasus besar.
“Misal Mas Novel Baswedan yang menangani kasus di kelautan di KKP, kemudian ada Andre Nainggolan yang menangani bansos. Kemudian beberapa penyidik yang memang sudah menangani sebetulnya kasus-kasus yang besar, dan sebetulnya mereka sedang menangani kasus yang tidak bisa saya sampaikan ke publik saat ini,” ucap Giri.
Lalu, seluruh pengurus inti dari Wadah Pegawai KPK juga masuk dalam daftar tidak lulus TWK tersebut.
Integritas Sudah Teruji
Menurut informasi yang didapatkan, sejumlah nama yang dikabarkan tidak lolos tes dari unsur penyidik dan penyelidik antara lain Novel Baswedan; Ambarita Damanik; Budi Agung Nugroho; Andre Nainggolan; Budi Sukmo; Rizka Anungnata; Afief Julian Miftah; dan Iguh Sipurba.
Selain itu ada Yudi Purnomo; Marc Falentino; Praswad Nugraha; Harun Al Rasyid; Aulia Posteria; dan Riswin.
Sebagian di antara mereka merupakan Tim Satgas kasus dugaan suap bansos Covid-19 di Kementerian Sosial yang menjerat Juliari Batubara selaku Menteri Sosial kala itu. Sebagian lagi merupakan Tim Satgas kasus dugaan suap izin ekspor benih lobster yang menjerat Edhy Prabowo selaku Menteri KP.
Kedua kasus tersebut menjerat dua pucuk kementeriannya, yakni Juliari Batubara dan Edhy Prabowo sebagai tersangka. Kini keduanya tengah menjalani persidangan di PN Tipikor Jakarta Pusat.
Sementara, di kasus suap penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju oleh Walikota Tanjungbalai M Syahrial, salah satu penyidiknya adalah Yudi Purnomo. Diketahui, kasus ini mulai menyeret Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin yang sudah dicegah ke luar negeri dan digeledah kediamannya.
Novel Baswedan sendiri heran dan mempertanyakan bila benar rekan-rekannya tersebut tidak lulus TWK. Sebab, menurutnya, nama-nama tersebut sudah teruji integritasnya.
“Secara akademis bagus-bagus, integritas tegak, banyak yang punya pengalaman bela negara, dan selama ini telah berbuat banyak untuk bangsa dan negara,” kata Novel.
Sejumlah pihak memang mempertanyakan soal TWK ini. Mulai dari dasar aturannya hingga pertanyaan di dalam tes tersebut. [wip]