(IslamToday ID) – Ekonom senior Rizal Ramli mengkritik keras rencana pemerintah untuk menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Ia menyebut rencana itu adalah bentuk kepanikan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (SMI) dalam mengatasi utang negara.
“Indikasi bahwa SMI sudah panik karena pemerintah mengalami kesulitan likuiditas,” kata Rizal Ramli seperti dikutip dari RMOL, Kamis (20/5/2021).
Bukan tanpa sebab, beragam cara sudah dilakukan menteri berpredikat terbaik dunia itu untuk meminimalisir penambahan utang negara yang sudah menggunung. Namun beberapa kebijakan yang dikeluarkan justru lebih banyak memberatkan rakyat.
“Bayar THR saja dipotong, uang haji dan wakaf diembat untuk infrastruktur, sudah paksa BI untuk cetak uang Rp 1.000 triliun dengan wajibkan BI beli surat utang di pasar primer, hingga usul naikkan pajak PPN jadi 15 persen,” kritiknya.
“Cara-cara panik dan tidak kreatif untuk genjot penerimaan sekadar untuk bisa bayar bunga utang sebesar Rp 345 triliun,” tambah Rizal Ramli.
Anggota Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun juga terkejut dengan rencana Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menaikkan tarif PPN pada tahun depan.
Legislator Partai Golkar tersebut menyatakan bahwa Kemenkeu dalam rapat-rapat dengan DPR pada masa sidang lalu tidak pernah menyampaikan rencana soal itu.
“Saya agak terkejut perihal rencana kenaikan tarif PPN yang sedang diwacanakan oleh Kementerian Keuangan. Rencana tersebut belum pernah dibicarakan dengan DPR khususnya Komisi XI, tetapi kenapa sudah disosialisasikan ke masyarakat lewat pemberitaan?” ujar Misbakhun seperti dikutip dari Jawa Pos.
Mantan pegawai Direktorat Jenderal Pajak (DJP) itu juga bertanya-tanya apakah rencana Kemenkeu tersebut sudah dibahas di tingkat pemerintah. Menurut Misbakhun, situasi perekonomian tahun depan masih terbebani akibat pandemi.
“Apakah sudah disepakati lewat mekanisme rapat tingkat menteri koordinator ataupun rapat kabinet? Apakah Presiden Jokowi juga sudah tahu?” tutur Misbakhun.
Tiru Cara Kompeni
Wakil rakyat asal Pasuruan, Jawa Timur itu menyatakan selama ini Kementerian Koordinator Perekonomian mengarahkan kebijakan perpajakan untuk memberi insentif. Misbakhun menyebut perekonomian nasional masih tumbuh negatif meski sudah ada tanda-tanda perbaikan.
Oleh karena itu, Misbakhun menduga wacana tentang kenaikan tarif PPN yang dilontarkan Menteri Keuangan Sri Mulyani belum dibahas secara solid di tingkat pemerintah.
“Kalau tahapan di sisi internal pemerintah belum selesai sampai pada tingkat rapat paripurna kabinet, tetapi rencana kenaikan tarif PPN sudah dilakukan sosialisasi ke media. Dalam pandangan saya ini menjadi awal komunikasi yang kurang bagus di publik,” bebernya.
Menurut Misbakhun, bisa saja wacana itu sudah dibahas di tingkat Kemenkeu. Namun, ia menyebut kebijakan itu tidak cukup diputuskan Kemenkeu. “Pemerintah, kan bukan cuma Kemenkeu ketika merumuskan hal serius dan berdampak besar seperti ini,” tegasnya.
Misbakhun juga mengkritisi pernyataan Sri Mulyani tentang kenaikan tarif PPN dari 10 persen menjadi 15 persen untuk menutupi defisit APBN. Politikus yang dikenal getol membela kebijakan Presiden Jokowi itu menyebut Sri Mulyani tak kreatif mencari potensi pemasukan negara.
“Cara yang sama pernah diambil pada zaman penjajahan Belanda ketika kompeni menaikkan pajak karena kekurangan uang untuk membiaya operasional pemerintahan di daerah jajahannya. Kenapa cara kompeni ini dijadikan referensi dan mau ditiru oleh Menkeu Sri Mulyani?” kata Misbakhun.
Lebih lanjut ia mengingatkan Sri Mulyani bahwa menteri merupakan pembantu presiden. Menurutnya, menteri harus menyukseskan program dan keinginan presiden.
“Banyak cara yang bisa dilakukan selain menaikkan tarif PPN. Sudah seharusnya Bu Menkeu serius dalam membantu Presiden Jokowi menyiapkan legacy kepemimpinan yang sukses, dikenang rakyat, terutama keberhasilan pemerintah dalam menangani pandemi,” pungkasnya.
Kirim Surat ke DPR
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan Presiden Jokowi telah mengirimkan surat kepada DPR RI untuk membahas rencana kenaikan tarif PPN.
“Presiden sudah berkirim surat dengan DPR untuk membahas ini. Pemerintah tentu memperhatikan situasi perekonomian nasional,” katanya seperti dikutip dari Antara.
Airlangga menjelaskan terdapat sejumlah pembahasan terkait RUU perubahan kelima tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Diantaranya, PPN termasuk PPh orang per orang dan pribadi, pengurangan tarif PPh badan dan terkait PPN barang/jasa, PPnBM, UU Cukai, serta terkait carbon tax, hingga pengampunan pajak.
“Jadi ada beberapa hal yang akan dibahas, hasilnya kita tunggu pembahasan dengan DPR,” ujarnya.
Lebih lanjut Airlangga menyampaikan pajak penjualan ataupun jasa turut menjadi pembahasan di DPR. Tujuannya agar pemerintah lebih fleksibel dalam mengatur sektor manufaktur maupun sektor perdagangan dan jasa.
“Akan diberlakukan pada waktu yang tepat dan skenarionya dibuat lebih luas, tetapi tidak kaku seperti yang selama ini diberlakukan,” tutur Airlangga. [wip]