(IslamToday ID) – Utang pemerintah Indonesia terus membengkak. Per akhir April 2021 sudah mencapai Rp 6.527,29 triliun. Posisi ini setara dengan 41,18 persen dari produk domestik bruto (PDB) Indonesia.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dalam laporan APBN pada hari Sabtu (29/5/2021), menyampaikan posisi utang pemerintah ini mengalami peningkatan secara nominal jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
“Hal ini disebabkan kondisi ekonomi Indonesia yang masih berada dalam fase pemulihan akibat perlambatan ekonomi yang terjadi di masa pandemi Covid-19,” kata Sri Mulyani seperti dikutip dari Bisnis, Senin (31/5/2021).
Ia menjelaskan pandemi Covid-19 yang mulai mewabah di Indonesia pada awal Maret 2020 menimbulkan efek domino yang cukup signifikan.
Pemerintah pun telah menetapkan tiga prioritas utama, yaitu kesehatan, jaring pengaman sosial, dan dukungan dunia usaha, termasuk di dalamnya program pemulihan ekonomi nasional agar ekonomi Indonesia tidak semakin terkontraksi.
Perlambatan ekonomi akibat Covid-19 ini menyebabkan penerimaan negara tertekan, sedangkan di sisi lain kebutuhan untuk belanja meningkat drastis untuk penanganan dampak pandemi.
Meski mengalami peningkatan, Kementerian Keuangan menyebut pembiayaan yang dilakukan pemerintah tetap dilakukan menurut koridor yang berlaku.
Pemerintah pun selalu mengupayakan penerbitan utang dengan biaya dan risiko yang paling efisien, salah satunya dengan diversifikasi portofolio utang, baik dari sisi instrumen, tenor, suku bunga, dan mata uang, dengan tetap mengutamakan pembiayaan dari dalam negeri.
Dominasi utang dalam bentuk surat berharga negara (SBN) domestik juga terus mengalami peningkatan, yang mana pada April 2021 tercatat mencapai 67,3 persen, sementara pembiayaan dari dalam negeri mencapai 67,49 persen.
“Penerbitan utang juga dilakukan dengan strategi oportunistik, yaitu dengan memantau pasar dan memasuki pasar keuangan pada saat kondisi yang kondusif untuk mendapatkan biaya yang efisien,” jelas Sri Mulyani.
Sebelumnya, ekonom INDEF Bhima Yudistra mengatakan rasio utang pemerintah diperkirakan bisa tembus 50-55 persen tahun ini. Kekhawatiran terbesar ada pada kemampuan bayar utang pemerintah yang semakin rendah.
“Dengan naiknya utang, sayangnya rasio pajak terus menurun, ini bisa kesulitan bayar,” kata Bhima seperti dikutip dari MNC Portal, Selasa (27/4/2021).
Imbasnya pemerintah harus menerbitkan utang baru lagi yang kadang dengan bunga yang lebih mahal. Kondisi ini menyebabkan overhang utang dimana beban utang yang makin besar hambat pertumbuhan ekonomi.
“Saat ini 19 persen belanja pemerintah pusat habis untuk bayar bunga utang. Jadi 19 persen itu harusnya jadi stimulus ke sektor riil, tapi lari ke bayar bunga utang. Tentu ini bahaya debt overhang,” bebernya.
Dalam kesempatan yang sama, ekonom INDEF Nailul Huda mengatakan masalah utang memang perlu ditanggapi dengan serius. Utang kita semakin menumpuk bahkan rasio terhadap PDB mencapai 41,18 persen.
“Kondisi tersebut sangat mengkhawatirkan mengingat kondisi perekonomian belum pasti, namun sudah terbebani dengan utang yang terus menumpuk,” katanya.
Terlebih debt service ratio (DSR) juga meningkat yang menunjukkan penambahan utang tidak disertai dengan peningkatan kinerja komponen penambah devisa seperti ekspor. “Hal tersebut akan diperparah jika nilai tukar rupiah terhadap dolar melemah, maka akan semakin mengkhawatirkan,” tandasnya. [wip]