(IslamToday ID) – Pemerintah diminta untuk berhati-hati dalam menentukan kebijakan impor beras. Kebijakan tersebut harus menjadi pilihan paling akhir dalam upaya pemenuhan kebutuhan beras dalam negeri.
“Kebijakan impor untuk menutup kebutuhan harus hati-hati sebagai pilihan yang paling akhir. Dalam artian, kalau ada penyerapan Bulog yang tidak maksimal baru menjadi pilihan,” kata ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Rusli Abdullah seperti dikutip dari Republika, Sabtu (5/6/2021).
Seperti diketahui, Presiden Jokowi memastikan pemerintah tidak akan mengimpor beras hingga Juni 2021. Pernyataan tersebut disampaikan usai terjadi polemik pada Maret lalu mengenai rencana pemerintah untuk mengimpor beras sebanyak 1 juta ton.
Rusli mengatakan, ketersediaan data produksi beras oleh Badan Pusat Statistik (BPS) saat ini sudah sangat jauh lebih baik. Hal itu seharusnya menjadi dasar bagi pemerintah untuk menentukan kebijakan importasi beras.
Selain itu, situasi harga beras dalam negeri juga harus menjadi pertimbangan. Menurutnya, opsi impor bisa saja diambil jika harga gabah dalam negeri terlampau tinggi, sehingga pemerintah tidak dapat menyiapkan cadangan beras pemerintah (CBP) melalui Bulog lantaran ketentuan harga pembelian gabah yang tidak sesuai harga pasar.
“Misalnya petani juga tidak bisa menjual dengan harga pembelian oleh Bulog, ya pemerintah juga kan tidak bisa memaksa. Tapi, kalaupun mau impor seharusnya diam-diam saja, begitu impor langsung simpan di Bulog,” kata Rusli.
Adapun dalam jangka panjang, ia mengatakan produsen beras di Indonesia harus lebih menyebar sehingga ketimpangan ketersediaan antar provinsi bisa diperkecil. Hal itu juga perlu didukung dengan sistem logistik yang memadai.
Di sisi lain, upaya diversifikasi pangan juga menjadi keharusan agar masyarakat tidak semakin bergantung pada sumber pangan tunggal seperti beras. “Saya membayangkan ketika biasa di akhir tahun harga beras mahal, masyarakat terbiasa mengkonsumsi pangan alternatif penghasil karbohidrat lainnya yang juga diproduksi petani,” kata Rusli.
Impor Beras Kebijakan Salah
Menteri BUMN Erick Thohir mengungkapkan bahwa impor beras memang menjadi masalah karena itu adalah kebijakan yang salah dan harus diubah.
“Itu yang salah (impor beras), itu yang harus kita ubah. Karena kebijakan,” ungkap Erick dalam podcast Deddy Corbuzier seperti dikutip dari Detikcom, Rabu (2/6/2021).
Selain itu, Erick juga menyinggung masalah data impor dan ekspor yang tidak pernah menjadi satu. Ia berharap data itu menjadi satu dalam data nasional.
“Impor dan ekspor juga tidak pernah menjadi satu. Pak Jokowi kemarin bilang. Data tidak pernah dalam jadi satu. Program satu data nasional harus terjadi, semua jadinya tidak jelas atau grey area,” lanjut Erick.
Ia pun mencontohkan dengan masalah pupuk. Ia mengungkap 53-57 persen pupuk sudah nonsubsidi, hanya 43 persen atau 47 persen pupuk yang subsidi. Tetapi, subsidi yang diberikan oleh pemerintah sebesar Rp 19 triliun naik menjadi Rp 33 triliun.
Menurut Erick, berdasarkan teori jika pasarnya menurun seharusnya subsidinya pun ikut menurun. Ia lebih lanjut mengatakan dengan digitalisasi, dengan satu data nasional ini, kesempatan bagi Indonesia untuk memperbaikinya.
“Kalau marketnya sama, harusnya subsidinya makin kecil dong? Dengan digitaliasasi, kesempatan Indonesia untuk memperbaikinya. Waktunya tidak panjang, kalau dalam 3-5 tahun ke depan kita tidak mengubah hal tersebut, terlambat kita,” lanjutnya.
Tetapi Erick tidak setuju jika Indonesia gagal untuk memperbaiki data nasional, negara akan miskin. Sebab Indonesia diakui memiliki banyak sumber daya alam. Selain itu, Erick mendorong agar Indonesia tidak menjadi bangsa pekerja.
“Tidak (tidak akan miskin) karena Allah adil, masih ada ikannya, pohonnya. Tetapi kita nggak mau dong jadi bangsa pekerja. Masa mau di situ saja,” tandasnya.
Stok Beras Bulog Aman
Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso menegaskan tidak akan impor beras hingga akhir tahun. Pasalnya, stok beras Bulog masih memenuhi untuk kebutuhan penjualan program ketersediaan pasokan dan stabilitas harga (KSPH) atau operasi pasar (OP) dan program tanggap darurat bencana.
“Jadi, kami bisa menjamin sampai akhir tahun ini, khususnya Bulog tidak akan impor beras dari luar negeri, karena kebutuhan untuk cadangan beras pemerintah (CBP) sudah terpenuhi, ini yang perlu kami sampaikan,” ujarnya dalam rapat bersama Komisi IV DPR, Selasa (18/5/2020) lalu.
Buwas, sapaan akrabnya, mengatakan ketersediaan beras Bulog sebesar 1.395.376 ton per 17 Mei 2021. Terdiri dari CBP sebanyak 1.378.047 ton.
Angka itu berada dalam batas aman stok CBP Bulog yang ditetapkan pemerintah yaitu 1 juta ton sampai dengan 1,5 juta ton. Sedangkan sisanya adalah beras komersial sebanyak 17.329 ton.
“Sehingga apa yang sudah ditentukan pemerintah yang CBP 1,5 juta ton sebenarnya sudah terpenuhi,” ujarnya seperti dikutip dari CNN Indonesia.
Selain itu, Bulog masih akan menyerap gabah dari petani yang merupakan sisa panen Mei 2021. Selanjutnya, ia mengatakan petani akan mengalami musim panen pada Agustus-September, sehingga Bulog kembali menambah serapan gabah. Hal tersebut tentunya akan menambah stok di gudang Bulog.
Dalam kesempatan itu, ia juga menuturkan realisasi penyaluran beras CBP dari Januari hingga 17 Mei 2021 yakni sebesar 185.429 ton. Realisasi itu terdiri dari program KSPH atau operasi pasar sebesar 152.497 ton, tanggap darurat bencana 2.431 ton, dan golongan anggaran 3.501 ton.
Sementara itu, realisasi pengadaan gabah atau beras dalam negeri pada periode yang sama mencapai 670.916 ton. “Memanfaatkan momentum panen raya, Bulog mengoptimalkan penyerapan dalam negeri untuk menjaga stok CBP sebesar 1 juta – 1,5 juta ton,” ujarnya. [wip]