(IslamToday ID) – Seorang pelaku industri kecil dan menengah (IKM) di Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Dudi Gumilar (50) menyampaikan keluh kesah terkait kondisi usahanya pada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto.
Dudi bercerita pada Airlangga bahwa rekan-rekannya sesama pelaku IKM sudah gulung tikar akibat pandemi Covid-19, tingginya harga bahan baku, dan maraknya barang impor. Hal itu disampaikan Dudi saat Airlangga berkunjung ke pabrik tenun di Majalaya, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Jumat lalu.
“Jadi dulu IKM ini disebut pengusaha yang tahan banting. Sekarang dengan situasi adanya Covid, adanya kenaikan bahan baku, maraknya barang impor itu mengubah kami Pak. Bukan lagi tahan banting, tapi tahan napas Pak,” ujar Dudi seperti dikutip dari Detikcom, Selasa (8/6/2021).
“Teman-teman saya ada yang sudah menghentikan produksinya Pak. Kesatu alasannya permodalannya nggak kuat Pak. Sekarang bahan baku katun yang serat kenaikannya 18-20 persen. Untuk bahan polyster kenaikannya sekitar 30 persen. Kalau ada kenaikan beras atau minyak itu ada operasi pasar. Tapi kalau ada kenaikan benang tidak ada operasi pasar,” lanjutnya.
Dudi berharap pemerintah segera melakukan regulasi terhadap barang-barang impor yang merusak harga pasar dalam negeri. Untuk itu ia berharap IKM yang selama ini menghidupi puluhan ribu tenaga kerja, bisa dibantu oleh pemerintah.
“Harapan saya Pak Airlangga mungkin bisa bantu untuk membatasi atau memperkecil, malahan menghilangkan barang-barang impor itu,” ujar Dudi.
Merespons curhatan itu, Airlangga tegas mengatakan pemerintah akan berkomitmen untuk mendukung IKM. Airlangga juga menyampaikan regulasi terkait barang impor tengah dikaji pemerintah dan draf regulasinya sudah diajukan oleh Kementerian Perindustrian dan kini tengah dikaji oleh Kementerian Keuangan.
“Tentu pemerintah komit untuk mendukung industri kecil dan menengah, karena IKM ini apalagi di sentra Majalaya ini, harus mempunyai daya saing dibandingkan yang lain karena ini sudah klaster tersendiri dan tentu banyak hal yang bisa dilakukan oleh pemerintah, termasuk tadi terkait dengan modal kerja,” terang Airlangga.
“Terkait regulasi barang-barang impor yang disampaikan Pak Dudi tadi itu sudah masuk dalam kajian kami. Sudah diserahkan drafnya oleh Pak Agus Gumiwang selaku Menperin dan sekarang sudah di Menkeu. Tinggal tunggu waktu sebentar lagi regulasi itu akan diterbitkan,” tambah Airlangga.
Selain regulasi tersebut, pemerintah juga memiliki program tambahan bantuan permodalan dalam rangka pemulihan ekonomi.
“Kalau kreditnya tidak sedang macet ada program dari pemerintah dalam rangka pandemi Covid untuk memberikan tambahan modal kerja. Untuk itu bisa restrukturisasi utang dua tahun. Ditambah modal kerja apalagi kalau untuk ekspor,” pungkas Airlangga.
Impor Hancurkan Industri Lokal
Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi menilai dengan adanya arus impor yang terlalu besar ke Indonesia akan membuat industri lokal bisa hancur dan daya bertahannya hanya sebentar.
“Studi dari World Economic Forum (WEF) menuliskan bahwa impor tidak berkualitas, murah, hanya menghancurkan industri lokal dan juga merusak tata niaga perdagangan Indonesia,” ujar Lutfi dalam diskusi online Bangga dengan Belanja Barang Buatan Indonesia yang disiarkan secara virtual, Senin (31/5/2021).
Oleh sebab itu, dalam waktu dekat ini, Kemendag akan menyiapkan rambu-rambu atau batasan-batasan untuk menciptakan perdagangan Indonesia yang seimbang, adil, dan beradab.
Lutfi mengatakan, saat ini para pedagang hijab di Tanah Abang telah banyak ditiru produknya oleh perusahaan luar negeri. Dengan memanfaatkan teknologi Artificial Intelligence (AI), produsen asing bisa membuat hijab dalam skala besar.
“Produk hijab yang diproduksi ini mereka bisa tahu bentuknya, warnanya kayak apa dan harganya berapa. Dapat dibayangkan bahwa produk hijab yang dihasilkan oleh anak bangsa akan kalah bersaing dari sisi harganya karena hasil yang mereka copy dijual murah,” jelasnya seperti dikutip dari Kompas.
Lutfi mengatakan, untuk menciptakan Indonesia menjadi tuan rumah di negeri sendiri dalam hal produk-produk buatan lokal, pemerintah dalam waktu dekat ini akan menggenjot usaha busana muslim dan makanan muslim.
Ia menilai, seharusnya busana muslim bisa mendapatkan pasar yang loyal, pasar yang sangat dinamis, pasar yang baik, dan pasar yang bisa menjadikan pertumbuhkembangan daripada industri lokal tersebut. Industri makanan halal juga memiliki potensi yang sangat besar.
“Dari 1,7 miliar jumlah penduduk yang merupakan bagian dari negara OKI (Organisasi Kerjasama Islam) ada sebanyak 53,3 persen merupakan anak muda. Ini peluang dan potensinya cukup besar saya kira, tapi dengan catatan penduduk Indonesia menjadi pelanggan produk lokal yang loyal yang mengedepankan produk dalam negeri,” jelas Lutfi.
Industri Tanah Air Tak Tumbuh
Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Piter Abdullah menilai banyaknya produk impor yang mejeng di e-commerce menjadi bukti cerminan industri Tanah Air tidak tumbuh. Bahkan, banyaknya produk impor tidak hanya terjadi di e-commerce saja, tapi juga di pasar offline.
“Banyaknya barang impor yang dijual di e-commerce bukan salah e-commerce. Banyaknya barang impor adalah cerminan industri kita yang tidak tumbuh. Daya saing kita yang rendah,” kata Piter seperti dikutip dari Merdeka, Ahad (6/6/2021).
Secara pribadi, dirinya pun mengaku prihatin dengan banjirnya produk impor di Indonesia. Apalagi pemerintah sendiri tidak bisa berbuat banyak dengan membuat regulasi yang mengatur adanya pembatasan terhadap barang impor. Pun jika pemerintah mengatur, akan menjadi bumerang terhadap e-commerce di Tanah Air
“Bagaimana cara mengaturnya? Kalau saya jualan di Bukalapak barang impor apakah akan dilarang? Seluruh e-commerce akan collapse. Unicorn decacorn kita collapse. Lebih banyak mudharatnya,” jelasnya.
“Kita memang prihatin. Tapi harus paham juga bahwa solusinya tidak ada yang jangka pendek. Tidak bisa asal mengatur atau membatasi, apalagi melarang impor,” lanjutnya.
Piter menambahkan, Indonesia sudah pada posisi bergantung kepada barang impor. Oleh karenanya untuk mengurangi ketergantungan itu maka pemerintah harus membangun industri terlebih dahulu, dan harus ada barang substitusi impornya. [wip]