(IslamToday ID) – PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk akan menutup beberapa rute penerbangan internasional pada bulan depan demi menyehatkan keuangan perusahaan.
Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengatakan, perusahaan akan menghentikan beberapa rute internasional karena merugi. Meskipun ada beberapa yang masih dipertahankan karena bisa menopang bisnis dari sisi kargo.
“Rute-rute ini kami hentikan karena rugi. Hanya saja ada rute yang kita pertahankan walaupun saat ini rugi, tapi ada potensi untuk untung. Basis penerbangannya adalah kargo. Jadi kita isi kargo dan penumpang seadanya saja kita bawa,” ungkapnya dalam rapat dengan Komisi VI DPR RI, Senin (21/6/2021).
Penumpang yang seadanya itu, kata Irfan, merupakan bagian dari repatriasi, yakni warga negara Indonesia (WNI) yang pulang dari luar negeri ataupun warga negara asing (WNA) yang pulang dari Indonesia.
“Tapi utamanya tetap kargo. Oleh karena itu bisnis kargo kita sangat luar biasa menanjak di 2021 ini,” tambahnya seperti dikutip dari Detikcom.
Nah terkait rute internasional yang akan ditutup Garuda Indonesia, ada beberapa rute yang sudah dipastikan akan tutup bulan depan, yakni tujuan Melbourne dan Perth. Untuk tujuan Australia, Garuda masih mempertahankan tujuan Sydney dengan alasan konektivitas dan masih adanya peluang dari penumpang yang keluar dari Australia.
“Australia memang mereka lockdown paling ketat dan sebelum lockdown saja mereka masih membatasi maksimum 50 penumpang untuk masuk ke Australia. Tapi keluar dari Australia itu bebas. Jadi di beberapa penerbangan bisa lebih dari 100 penumpang. Mayoritas orang Indonesia yang kembali, tapi penerbangan itu pun seminggu sekali,” terangnya.
Sementara untuk tujuan Osaka, Jepang sudah ditutup. Garuda juga mempertimbangkan beberapa rute seperti Amsterdam, Kuala Lumpur, dan Seoul. Sedangkan untuk tujuan Singapura akan dikurangi.
Meski begitu, masih ada juga rute internasional yang ternyata masih menguntungkan bagi Garuda Indonesia, yakni tujuan Bangkok, Hong Kong, dan China.
Sebelumnya, Irfan mengatakan keuangan perusahaan semakin tertekan di masa pandemi Covid-19 karena pengeluaran tetap tinggi meski pendapatan turun drastis.
“Masalah adalah ketika pandemi muncul. Pandemi ini akibatkan jumlah penumpang turun drastis, sehingga berdampak ke pendapatan,” ucapnya.
Irfan mengatakan rata-rata pendapatan perusahaan turun hampir 60 persen pada 2020. Namun, pada waktu-waktu tertentu penurunannya hingga 90 persen.
“Anda kebayang ketika pendapatan turun sangat drastis tapi beban biaya tidak bisa mengikuti secara langsung. Inilah yang jadi masalah di semua maskapai termasuk Garuda Indonesia,” ujar Irfan.
Ia mengatakan sebenarnya perusahaan sudah mencoba melakukan efisiensi dengan menghemat sewa biaya pesawat sekitar 15 juta dolar AS per bulan. Dengan demikian, rata-rata efisiensi sewa pesawat per tahun hampir 200 juta dolar AS. “Namun, tampaknya harus dikurangi lagi,” imbuh Irfan.
Pada Desember 2020, Irfan mengatakan keuangan Garuda Indonesia terlihat ke arah positif. Namun, kebijakan larangan mudik tahun ini kembali memukul keuangan Garuda Indonesia.
Ia mengakui Garuda Indonesia memang jarang membukukan keuntungan. Bahkan, perusahaan juga mewarisi banyak utang di setiap manajemen. “Kami juga mewarisi banyak hal. Utang. Tapi saya tidak pernah komplain. Ganti manajemen selalu mewariskan,” jelas Irfan.
Sementara, maskapai penerbangan adalah industri yang keuntungannya terbilang tipis. Hal ini karena beban biayanya tinggi dan besarannya pasti. “Beban biaya itu sewa pesawat, biaya perawatan, biaya avtur, dan biaya sumber daya manusia,” pungkas Irfan. [wip]