(IslamToday ID) – Aktivitas penambangan di sepanjang aliran Sungai Progo, Sleman ditolak masyarakat sekitar karena prosedur legalitas perizinan dinilai bermasalah.
Penasehat Paguyuban Masyarakat Kali Progo (PMKP), Engfat Jonson Panorama mengatakan perizinan yang diberikan kepada penambangan oleh Pemprov DIY dalam hal ini Dinas Perizinan dan Penanaman Modal DIY dilakukan tanpa adanya sosialisasi kepada warga setempat.
Ada dua perusahaan tambang yang melakukan aktivitas penambangan di aliran Sungai Progo, yakni Pramudya Afgani dan PT Citra Mataram Konstruksi (CMK).
PMKP juga sudah melakukan audiensi ke kantor Gubernur DIY, Kamis (24/6/2021). Namun, katanya, Pemprov DIY berdalih bahwa perizinan penambangan oleh dua perusahaan tersebut sudah sesuai prosedur.
“Tadi tidak ditemui Sultan (Gubernur DIY), tapi diwakili asistennya. Lingkaran setan, semua tidak ada yang condong untuk rakyat. Intinya (dari Pemprov DIY) semua sudah melakukan sesuai prosedur, tapi kenyataan di lapangan tidak seperti itu,” katanya yang akrab disapa Sapoe seperti dikutip dari Republika.
Ia menjelaskan, dokumen sosial data yang digunakan sebagai acuan perusahaan untuk mengajukan izin penambangan juga tidak transparan. Sehingga, pihaknya pun menduga ada maladministrasi dalam prosedur permohonan izin tambang tersebut.
“Intinya sosialisasi tidak terjadi di wilayah kami, yang kami pertanyakan kok bisa terbit surat izin tanpa ada sosialisasi ke warga terdampak. Tapi dijawab (dari Pemprov DIY) dia (dua perusahaan itu) sudah punya dokumen sosialnya,” ujarnya.
Tidak hanya sebatas masalah perizinan, alasan warga menolak penambangan ini juga dikarenakan menyebabkan bencana ekologis. Pasalnya, aktivitas penambangan dilakukan dengan alat berat yang menghilangkan tanah di pinggiran sungai dan tidak memperhatikan kelestarian tanah itu sendiri.
“Di sisi lain kami mengamankan Sungai Progo, istilahya menyelamatkan lingkungan di tempat kami tinggal,” jelas Sapoe.
Bahkan, aktivitas penambangan di aliran Sungai Progo tersebut juga berdampak terhadap sumber mata air bersih warga setempat. Sebab, penambangan menyebabkan hilangnya sumber mata air yang menjadi kebutuhan warga sehari-hari. “Aktivitas penambangan juga menimbulkan konflik sosial di tengah masyarakat,” katanya.
Sementara itu, Asisten Sekda Pemprov DIY Bidang Pemerintahan dan Administrasi Umum, Sumadi mengungkapkan, PT CMK memang telah mengantongi legalitas perizinan untuk menambang.
Namun jika ada warga yang keberatan terkait terbitnya izin tersebut dipersilakan untuk mengajukan gugatan ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha (PTUN).
“Secara formal itu sudah ada izinnya. Jika keberatan terhadap perizinan itu sesuai dengan ketentuan-ketentuannya, masyarakat dipersilakan mengajukan gugatan ke PTUN karena prosedurnya begitu,” terang Sumadi usai beraudensi dengan warga.
Selain itu, jika warga memang menemui adanya kegiatan tambang yang melanggar aturan, mereka dapat mengumpulkan bukti-bukti untuk disampaikan kepada Pemprov DIY.
“Misalkan ada hal-hal yang menyimpang dari pelaksanaan perizinan, kami dari Pemda meminta masukan disertai bukti. Misalkan pakai alat berat yang tidak sesuai ketentuan. Tolong bukti itu diberikan kepada kami untuk melakukan pengawasan lebih ketat,” jelasnya.
“Jadi pada prinsipnya kami tampung aspirasi masyarakat, sehingga nanti jadi bahan kami untuk melakukan evaluasi,” tambahnya. [wip]