(IslamToday ID) – Sejarawan JJ Rizal menilai pemanggilan pihak Rektorat UI terhadap pengurus BEM UI pasca mengkritik Presiden Jokowi adalah tindakan pembungkaman.
“Jika mahasiswa kritik dipanggil rektorat dicap menyalahi aturan, itu tandanya kampus bukan tengah memperkuat kebebasan akademik, tetapi memperkuat kekuasaan dengan pembungkaman,” tulis JJ Rizal di akun Twitter-nya @JJRizal, Senin (28/6/2021).
Sikap kritis BEM UI terhadap pemerintah juga mendapat pembelaan dari pengurus MUI KH Cholil Nafis. Kiai Cholil menilai peran mahasiswa dalam perubahan bangsa tidak bisa dipungkiri.
“Biasa mahasiswa itu nakal2 dikit biarin aja. Itu tanda cerdas. Indonesia ini berkali2 berubah krn gerakan mahasiswa . Norani bangsa itu mahasiswa yg jernih membaca arah pemerintahaan, meski kadang nyakitin tapi itu cermin pemuda calon pemimpin dan intelektual bangsa,” tulis Kia Cholil di Twitter @cholilnafis.
Sebelumnya, pihak Rektorat UI memanggil 10 mahasiswa pengurus BEM UI terkait postingan “Jokowi: The King of Lip Service” pada Ahad (27/6/2021).
Ke 10 mahasiswa itu dinilai bertanggung jawab terkait postingan yang mengkritik Presiden Jokowi di media sosial Instagram, @BEMUI_Official, pada Sabtu (26/6/2021) lalu.
Pemanggilan 10 mahasiswa itu terdapat dalam surat yang ditandatangani oleh Direktur Kemahasiswaan, Tito Latif Indra dan dibenarkan oleh Kepala Biro Humas dan Keterbukaan Informasi (KIP) UI, Amelita Lusia.
Amelita mengatakan, pemanggilan yang dilakukan pihak rektorat dilakukan sehari setelah postingan BEM UI mulai ramai dibicarakan sebagai bentuk langkah pembinaan kepada mahasiswa yang bersangkutan.
“Pemanggilan ini adalah bagian dari proses pembinaan kemahasiswaan yang ada di UI,” ujar Amelita seperti dikutip dari Kompas.
Selain itu, ia juga menyampaikan bahwa yang dilakukan BEM UI tersebut telah melanggar peraturan.
“Hal yang disampaikan BEM UI dalam postingan meme bergambar Presiden Republik Indonesia yang merupakan simbol negara, mengenakan mahkota dan diberi teks Jokowi: The King of Lip Service, bukanlah cara menyampaikan pendapat yang sesuai aturan yang tepat, karena melanggar beberapa peraturan yang ada,” ujarnya.
Dalam hal ini, Amelita menekankan mengemukakan opini harus sesuai dengan aturan meskipun kebebasan berpendapat sudah diatur dalam undang-undang (UU). “Seyogianya harus mentaati dan sesuai koridor hukum yang berlaku,” pungkasnya.
Ketua BEM UI Leon Alvinda Putra menyebut pernyataan itu sebagai bentuk kritikan kepada pemerintah. “Itu bentuk kritis kami, jadi itu dibuat oleh Brigade (organ taktis) di bawah BEM UI. Itu bentuk kritik bahwa banyak selama ini pernyataan presiden yang kemudian tidak sesuai dengan realita atau pelaksanaannya,” kata Leon seperti dikutip dari Bisnis.com, Ahad (27/6/2021).
Ia mencontohkan soal revisi UU ITE. Presiden, katanya, sebelumnya sempat mengeluarkan wacana terkait beleid itu. Belakangan pemerintah hanya mengeluarkan pedoman undang-undang ditambah pasal baru.
Selain itu terkait demonstrasi, Jokowi sempat menyatakan kerinduannya untuk didemo saat awal-awal memimpin Indonesia. Akan tetapi, tindakan kekerasan malah dialami mahasiswa saat berunjuk rasa.
“Pada 1 Mei mahasiswa UI hampir 30 orang ditangkap, dipukuli, diseret oleh polisi. 3 Mei juga salah satu mahasiswa UI menjadi tersangka ketika jalan pulang dari aksi,” katanya.
Leon turut menyinggung soal tes wawasan kebangsaan (TWK) pegawai KPK. Meski presiden telah meminta agar TWK tidak merugikan para pegawai, pemerintah tetap menonaktifkan 75 orang pegawai komisi antirasuah tersebut.
“Ini kami menyampaikan kritik bahwa seharusnya Presiden Jokowi tegas dengan pernyataanya, jangan hanya kemudian menyampaikan pendapat tapi realitanya tidak sesuai,” tuturnya. [wip]