(IslamToday ID) – BEM UI menobatkan Presiden Jokowi sebagai The King Of Lip Service. Dalam unggahan Twitter resmi BEM UI, ada sejumlah alasan penobatan itu diberikan oleh salah satu lembaga prestise di kampus jaket kuning ini.
Dalam cuitannya BEM UI menyebut Jokowi kerap kali mengobral janji manis, namun realitanya sering kali tak sejalan.
“Katanya begini, faktanya begitu. Mulai dari rindu didemo, revisi UU ITE, penguatan KPK, dan rentetan janji lainnya,” cuit akun BEM UI, Senin (28/6/2021).
BEM UI melampirkan sejumlah pemberitaan media tentang daftar berita yang menurut mereka “bualan” Jokowi. Diantaranya ketika Jokowi mengaku bahwa dirinya rindu didemo.
“Saya kangen sebetulnya didemo. Karena apa? Apapun, apapun, pemerintah itu perlu dikontrol. Pemerintah itu perlu ada yang peringatin kalau keliru. Jadi kalau enggak ada demo itu keliru. Jadi sekarang saya sering ngomong di mana-mana. Tolong saya didemo. Pasti saya suruh masuk,” pernyataan itu dilontarkan Jokowi pada Selasa beberapa waktu yang lalu.
Namun menurut catatan BEM UI, faktanya ketika didemo pada saat Omnibus Law disahkan misalnya, justru terjadi kekerasan aparat dan penangkapan terhadap sejumlah aktivis dan mahasiswa.
Tak ada pendemo yang diajak masuk oleh Jokowi ke Istana Negara. Bahkan pada May Day 2021 lalu yang digelar di Jakarta pun berakhir dengan kekerasan, pembatasan, dan penangkapan ratusan orang serta penghalangan akses bantuan hukum.
Tercatat, KontraS bahkan menerima 1.500 aduan kekerasan aparat selama demo tolak UU Cipta Kerja. Tak hanya soal demonstrasi, lip service Jokowi juga terjadi saat meminta UU ITE direvisi.
“Kalau UU ITE tidak memberikan rasa keadilan, ya saya minta DPR untuk bersama-sama revisi UU ini, karena di sinilah hulunya, hulunya ada di sini. Revisi,” pernyataan Jokowi pada 15 Februari 2021 lalu.
Namun faktanya hanya ada revisi terbatas dan penambahan satu pasal terhadap UU ITE tersebut. Revisi terbatas ini juga hanya sekadar penambahan beberapa kata di pasal-pasal yang dianggap karet, yakni pasal 27, 28, 29, dan 36.
“Di tengah polemik multi interpretasi UU ITE, Jokowi melontarkan janji untuk merevisi undang-undang tersebut. Namun, bukannya memberikan jaminan berdemokrasi, rencana revisi tersebut kian merepresi kebebasan berekspresi dengan ditambahkannya sederet pasal karet,” pernyataan BEM UI terkait UU ITE ini.
Tak hanya soal revisi UU ITE, BEM UI juga menyebut daftar lainnya yang membuktikan lip service Jokowi yakni terkait janji penguatan KPK. Penguatan KPK bahkan ia janjikan akan dilakukan salah satunya dengan penambahan penyidik.
“Kemudian memperbanyak penyidik yang ada. Saya kira ribuan lah perlu ditambahkan agar kekuatan KPK betul-betul sebagai institusi yang begitu kuat,” katanya.
Namun fakta yang ditemukan BEM UI tidak sejalan. Bukan penguatan tapi malah pelemahan KPK yang dilakukan di periode kedua Jokowi menjabat sebagai presiden.
Deretan upaya pelemahan KPK itu yakni dimulai dari revisi UU KPK, kontroversi Ketua KPK Firli Bahuri hingga tes alih status ASN yang berujung pemecatan terhadap 75 pegawai KPK. “Semua mengindikasikan bahwa perkataan yang dilontarkan tidak lebih dari sekadar bentuk lip service semata,” cuit BEM UI.
Sementara itu, Juru Bicara Presiden Fadjroel Rachman mengatakan pemanggilan BEM UI oleh rektorat buntut kritik Presiden Jokowi menjadi tanggung jawab internal kampus.
“Segala aktivitas kemahasiswaan di Universitas Indonesia termasuk BEM UI menjadi tanggung jawab pimpinan Universitas Indonesia,” kata Fadjroel seperti dikutip dari CNN Indonesia, Senin (28/6/2021).
Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Ali Mochtar Ngabalin juga menolak berkomentar mengenai polemik tersebut. Menurutnya, persoalan itu seharusnya diselesaikan secara internal kampus.
“Itu sudah dijawab oleh UI, biarlah itu menjadi ranah yang dikomunikasikan secara internal di UI. Namanya juga teman-teman, adik-adik mahasiswa, biar dikomunikasikan internal UI,” kata Ngabalin. [wip]