(IslamToday ID) – Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK menuntut mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo hukuman lima tahun penjara dan denda Rp 400 juta subsider enam bulan kurungan terkait kasus suap ekspor benur (benih lobster).
Namun Edhy bersikukuh menyatakan dirinya tidak bersalah. Ia mengklaim keyakinannya didukung oleh semua bukti yang telah dihadapkan ke majelis hakim di persidangan.
“Yang harus dicatat, saya bertanggung jawab terhadap kejadian di kementerian saya. Saya tidak lari dari tanggung jawab, tapi saya tidak bisa kontrol semua kesalahan yang dilakukan oleh staf-staf saya. Sekali lagi kesalahan mereka adalah kesalahan saya karena saya lalai,” ungkap Edhy di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Selasa (29/6/2021).
Ia menyatakan siap mengajukan pembelaan atas tuntutan tersebut pada 9 Juli 2021 nanti. Terlebih dalam poin yang memberatkan tuntutan, ia menekankan bahwa tidak sepenuhnya mengetahui apa yang dilakukan oleh bawahannya.
“Saya juga tahu pas di persidangan ini, bagaimana saya mengatur permainan menyerahkan orang kalau saya mau korupsi, banyak hal yang bisa saya lakukan kalau mau korupsi. Anda lihat saja di perizinan-perizinan banyak, dari awal bisa lakukan itu,” jelas Edhy seperti dikutip dari Liputan 6.
Terlebih, lanjut Edhy, dirinya memiliki pengalaman lima tahun menjadi Ketua Komisi IV DPR. Yang jelas, tidak ada hal yang ditutup-tutupi selama proses hukum kasus dugaan suap perizinan ekspor benih lobster tersebut berjalan.
“Jadi teman-teman, saya tidak bermaksud untuk menutup-nutupi, saya hanya bicara fakta. Kenapa saya harus ngajari anak buah saya cari uang tapi yang kecil-kecil kalau niatnya korupsi. Tidak ada niat, niat dari hidup saya untuk korupsi, apalagi mencuri. Saya mohon doa saja proses ini saya jalani,” kata Edhy.
Untuk diketahui, JPU pada KPK menuntut Edhy Prabowo, terdakwa kasus suap perizinan ekspor benih lobster dengan hukuman penjara lima tahun dan denda Rp 400 juta subsider enam bulan kurungan.
“Menyatakan terdakwa Edhy Prabowo terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana pasal 12 huruf a UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo pasal 65 ayat 1 KUHP,” kata jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Selasa (29/6/2021).
Jaksa juga menuntut Edhy Prabowo dengan membayar uang pengganti sejumlah Rp 9.687.447.219 dan 77.000 dolar AS dikurangi seluruhnya dengan uang yang sudah dikembalikan. Ia dinilai telah terbukti menerima suap Rp 25,7 miliar terkait izin ekspor benih bening lobster.
“Pencabutan hak dipilih dalam jabatan publik selama empat tahun sejak terdakwa selesai menjalani masa pidana pokok,” lanjut jaksa.
Jaksa mempertimbangkan sejumlah hal dalam tuntutannya. Yang memberatkan adalah Edhy Prabowo dinilai tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme.
“Hal yang meringankan, terdakwa bersikap sopan dalam persidangan, belum pernah dihukum, sebagian aset sudah disita,” ujar jaksa.
Selain Edhy Prabowo, jaksa juga menuntut lima terdakwa lainnya yakni staf khusus Edhy, Andreau Misanta Pribadi dan Safri; juga Sekretaris Pribadi Edhy, Amiril Mukminin dengan hukuman 4,5 tahun penjara. Kemudian staf pribadi istri Edhy, Ainul Faqih dan pemilik PT Aero Citra Kargo (ACK), Siswadhi Pranoto Loe dengan empat tahun penjara.
“Perbuatan para terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi. Para terdakwa selaku staf khusus tidak memberi teladan dalam menjalankan tugas membantu Edhy Prabowo,” tutur jaksa. [wip]