(IslamToday ID) – Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Syamsul Anwar menilai dana pengadaan hewan kurban bisa dialihkan untuk membantu masyarakat yang mengalami kesulitan semasa pandemi Covid-19.
Hal ini disampaikan Syamsul menjelang Idul Adha 1442 H. Menurutnya, saat ini banyak masyarakat terinfeksi Covid-19 yang terasa berat terutama bagi mereka yang tergolong ekonomi lemah.
“Misalnya mereka yang bekerja jualan, lalu ada keluarga yang terkena Covid-19 dan tidak bisa jualan. Mereka ini sangat perlu santunan, karena tidak ada pemasukan sama sekali,” kata Anwar seperti dikutip dari Antara, Kamis (1/7/2021).
Ia mengatakan semasa pandemi dibutuhkan kepekaan nurani manusia. Ia juga mengingatkan tentang ayat dalam Al-Qur’an yang memerintahkan untuk menyantuni fakir miskin.
“Agama itu tidak hanya sekadar dilaksanakan secara harfiyah, ini Idul Kurban kita berkurban, tapi agama juga dilaksanakan dengan pikiran rasional dan juga kepekaan nurani,” ucapnya.
Anwar juga memaparkan tentang Manhaj Tarjih yang dianut Muhammadiyah sebagai metode penyelesaian permasalahan di bidang keagamaan. Manhaj Tarjih dikatakan bersumber pada Al-Qur’an dan Sunah dan melalui tiga pendekatan yaitu Burhani, Bayani, serta Irfani.
Pendekatan Bayani melihat masalah agama dari segi dalil-dalil syarinya, kemudian pendekatan Burhani melihat permasalahan dari sudut teori-teori ilmu pengetahuan, dan Irfani melihat masalah dari kepekaan nurani.
Berdasarkan hal itu, Muhammadiyah sama seperti tahun lalu, menganjurkan dana untuk kurban dialihkan buat membantu warga yang kesulitan karena terdampak Covid-19.
Terkait salat Idul Adha, Muhammadiyah juga tidak merekomendasikan dilakukan di masjid/musala atau lapangan. Hal ini termasuk dalam poin di fatwa pelaksanaan Idul Adha 1442 H yang segera dirilis dengan memperhatikan situasi peningkatan kasus Covid-19 di dalam negeri.
“Fatwanya nanti mirip dengan tahun lalu , yaitu tidak merekomendasikan salat ied di lapangan maupun di masjid,” kata Syamsul.
Menurutnya, fatwa ini lebih ketat dari fatwa tentang salat Idul Fitri yang lalu. Fatwa peniadaan salat ied di lapangan ini dikatakan bukan hanya di lingkungan Muhammadiyah tetapi juga di Dar al-Ifta di Mesir.
Ia mengatakan salat ied adalah sunnah muakadah, bukan bagian dari salat wajib, sebab itu tidak akan ada konsekuensi apapun bagi yang meninggalkannya, hanya saja kehilangan pahala sunnah.
Fatwa Muhammadiyah itu sejalan kebijakan pemerintah yang memberlakukan PPKM Darurat di Pulau Jawa-Bali selama 3-20 Juli. Kebijakan ini guna menekan penyebaran Covid-19 yang saat ini sudah melebihi 20.000 kasus per hari.
Salah satu poin dalam PPKM Darurat yakni tempat ibadah serta tempat umum lain yang dipakai sebagai sarana ibadah ditutup sementara.
“Takut kepada virus juga dalam rangka takut kepada Allah SWT. Karena Allah memerintahkan agar menghindari diri dari kebinasaan dan tidak membuat kemudaratan bagi orang lain. Dalam hadis juga diterangkan jangan mencampurkan antara yang sehat dengan yang sakit,” kata Syamsul. [wip]