IslamToday ID — Mantan Sekertaris BUMN Muhammad Said Didu mengomentari isu terkait disetujuinya rencana Menteri BUMN Erick Thohir yang meminta suntikan dana untuk perusahaan plat merah melalui mekanisme penyertaan modal negara ( PMN ).
Menurut Said Didu disetujuinya anggaran PMN dalam APBN 2021-2022 oleh DPR Komisi VI menunjukkan seolah ada pihak yang ingin mengambil uang rakyat. Pasalnya, ia melihat tidak adanya unsur sensitivitas penderitaan rakyat dalam usulan PMN tersebut.
“Itulah saya pikir mengganggu rasa keadilan dalam menghadapi covid ini, ada pihak yang ingin mengambil dana rakyat untuk pembangunan proyek-proyek yang tidak dibutuhkan,” kata Said Didu dalam kanal Youtubenya, Jum’at ( 16/07/2021).
“Usulan PMN mengabaikan sensitivitas penderitaan rakyat. Itu pernyataan saya,” tambahnya.
Said Didu juga menilai pemerintah lebih mementingkan menangani masalah perusahaan milik negara dibandingkan dengan pemulihan kesehatan akibat pandemi covid-19. Padahal seharusnya pemerintah lebih fokus menangani pandemi COVID-19.
Dia mengatakan masyarakat mungkin akan merasa kesal, karena keadaan sedang mengalami kesulitan malah mendapatkan kabar pemerintah mengucurkan dana untuk PMN. Menurutnya, uang tersebut dapat digunakan pemerintah untuk membayar tagihan rumah sakit hingga menyediakan obat
“Rumah sakit tidak dibayar sudah puluhan triliun, kemudian nakes tidak terbayar, obat-obatan susah, kemudian masyarakat tidak punya kemampuan untuk mendapatkan makan. Sementara ada penyertaan modal negara ke bumn 106 triliun totalnya. Pemerintah lebih memilih membangun jalan tol, kereta api cepat, mengganti talangan perampokan Jiwasraya dibanding menyelesaikan masalah covid,” jelasnya.
Diketahui Menteri BUMN Erick Thohir telah mengusulkan 12 perusahaan palt merah untuk mendapatkan dana PMN pada anggaran APBN 2022, yang totalnya Rp 72,449 triliun. Pertama , PT Hutama Karya (Persero) mendapat dana Rp 31,350 triliun, PT Aviasi Pariwisata Indonesia (Persero) Rp 9,318 triliun.
Kemudian, PT Bank Negara Indonesia mendapat kucuran dana (Persero) Rp 7 triliun, PT KAI (Persero) Rp 4,100 triliun, PT Waskita Karya (Persero) Tbk Rp 3 triliun, PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (Persero) atau BPUI Rp 2 triliun. Lalu, PT Adhi Karya (Persero) Tbk sebesar Rp 2 triliun.
Selanjutnya , PT PLN (Persero) sebesar Rp 8,231 triliun ,Perum Perumnas Rp 2 triliun, PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk Rp 2 triliun, untuk PT RNI (Persero) Rp 1,2 triliun dan terakhir Perum Damri Rp 250 juta.
Penulis Kanzun