(IslamToday ID) – Pakar hukum tata negara Refly Harun menilai jabatan Wakil Komisaris BRI yang diemban Rektor Universitas Indonesia (UI) Ari Kuncoro tidak sah meski aturan rangkap jabatan dalam Statuta UI telah diubah.
Sebab, saat pengangkatan aturan yang dipakai adalah peraturan lama yang melarang rangkap jabatan bagi rektor UI.
Menurut Refly, ada proses panjang yang harus dilalui Ari Kuncoro jika ingin mempertahankan jabatannya sebagai wakil komisaris di perusahaan BUMN itu.
“Ari harus diangkat ulang, artinya BRI perlu mengadakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) ulang,” katanya dalam channel YouTube-nya, Kamis (22/7/2021).
Namun jika diangkat ulang, prosesnya pun tidak bisa cepat dan mudah seperti membalikkan telapak tangan. Sebab BRI adalah perusahaan terbuka atau berstatus Tbk.
“RUPS-nya tidak serta merta. Jadi (prosesnya) Ari dinonaktifkan, jabatannya dinonaktifkan, kalau mau diangkat kembali, tunggu RUPS luar biasa. Itu (prosesnya) kalau kita mau menegakkan hukum,” lanjut Refly.
Ia juga mengungkapkan inkonsistensi Presiden Jokowi terkait rangkap jabatan pejabat negara sejatinya sudah berlangsung lama.
Refly mengurai, Presiden Jokowi sejatinya cukup getol menyuarakan larangan rangkap jabatan bawahannya sejak awal menjadi presiden di tahun 2014. Saat itu, presiden dengan tegas melarang para menterinya merangkap sebagai ketua umum partai politik.
“Dalam bahasa Jokowi, satu jabatan saja belum beres, apalagi rangkap. Saat itu korbannya Wiranto yang melepas jabatan Ketua Umum Partai Hanura untuk menjadi Menko Polhukam,” katanya.
Inkonsistensi Presiden Jokowi mulai terlihat pada periode kedua. Memerintah bersama Wakil Presiden Maruf Amin, Jokowi berubah 180 derajat dengan merestui para ketua umum partai politik untuk menjadi menteri.
Melihat rekam jejak tersebut, Refly memandang apa yang dilakukan Jokowi saat ini, termasuk soal rangkap jabatan rektor UI adalah motif politik.
“Motifnya sederhana sekali, motif politik, yaitu Presiden Jokowi mau mengikat dukungan dari ketua umum partai politik karena insecure (merasa tidak aman) dan berpotensi mendapat serangan dari partai politik dan kekuatan non partai politik, sehingga dia butuh perlindungan,” tegasnya.
Selama ini, PDIP sebagai penyokong utama pemerintahan Jokowi dinilai belum kuat. Apalagi, partai pimpinan Megawati Soekarnoputri itu juga kerap menghantam pemerintahan Jokowi.
Sebagai contohnya saat Budi Gunawan menjadi calon Kapolri dan rekomendasi pemberhentian Rini Soemarno. Menurutnya, dorongan tersebut dipelopori oleh PDIP.
“Jadi ini semua adalah motif kekuasaan. Motif kekuasaan mengalahkan idealisme, rasionalitas, dan mengalahkan manajemen pemerintahan. Bagi Jokowi, paling penting adalah back up kekuasaan ketimbang efektivitas dalam menjalankan pemerintahan,” pungkas Refly. [wip]