(IslamToday ID) – Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Azyumardi Azra menilai pemberantasan korupsi di era Presiden Jokowi berada di titik kegelapan. Penyebabnya adalah tidak adanya sikap tegas dari Jokowi terhadap isu pemberantasan korupsi.
Azyumardi mencontohkannya dengan sikap Jokowi yang tidak mengambil tindakan tegas saat revisi UU KPK tahun 2019 lalu.
“Kali pertama Presiden Jokowi mengajukan Surat Presiden perubahan revisi UU KPK No 30 Tahun 2003 itu saya termasuk bersuara agak kencang, bersama koalisi dan masyarakat madani kami akhirnya diterima Presiden Jokowi di Istana, dan kita menuntut meminta pembatalan UU No 19 Tahun 2019 hasil revisi itu,” ungkapnya dalam diskusi virtual di YouTube Sahabat ICW, Kamis (12/8/2021).
“Presiden Jokowi bilang ya kita pertimbangkan, dan itu ternyata cuma gimmick ya, dan gimmick itu ditambah dengan tidak ditandatanganinya UU yang sudah disahkan oleh DPR itu, jadi UU itu berlaku tanpa tanda tangan presiden,” tambahnya seperti dikutip dari Kompas.
Sejak saat itu, Azyumardi mengatakan bahwa kegaduhan di KPK terus terjadi hingga saat ini terkait dengan alih status pegawai menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) melalui tes wawasan kebangsaan (TWK).
Azyumardi menuturkan, sejak ditemukannya indikasi TWK bermasalah karena materinya mengandung sexual harrasment, hingga mengadu antara Pancasila dan agama, sampai dengan temuan Ombudsman RI tentang adanya maladministrasi pada tes itu, Jokowi hanya berkomentar satu kali.
“Hanya sejak saat itu sampai sekarang, hanya sekali saja Presiden Jokowi bilang janganlah hasil TWK jadi satu-satunya alasan untuk menonaktifkan pegawai KPK itu,” sebutnya.
Pernyataan Jokowi dan temuan Ombudsman itu, sambung Azyumardi, akhirnya juga tidak digubris oleh KPK. Namun Jokowi disebutnya diam saja menanggapi pembiaran tersebut.
“Dengan KPK menolak beberapa hari lalu dengan alasan masalahnya masih dalam proses judicial review di MA, itu alasan yang diambil, padahal itu bersifat substantif, dan tidak ada komentar sedikit pun dari Presiden Jokowi,” imbuhnya.
Azyumardi menyampaikan mestinya Jokowi melakukan tindakan pada Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB) serta KPK dan Badan Kepegawaian Negara (BKN).
“Kemenpan-RB, KPK, dan BKN itu harus ditertibkan. Karena merekalah yang bersengkongkol mengubah tanggal, mengatur, merekayasa tanggal-tanggal dan lain sebagainya sebagaimana yang ditemukan Ombudsman,” paparnya.
“Intinya itu aja deh banyak maladministrasi, cacat prosedur, dan macam-macam, tapi Presiden Jokowi tidak melakukan apa-apa, berdiam seribu bahasa,” sambungnya.
Maka Azyumardi melihat bahwa proyeksi ke depan terkait pemberantasan korupsi itu mendung atau gelap. “Proyeksinya gloomy, mendung, gelap, kalau menyangkut KPK dan pemberantasan korupsi. Jadi tidak terlalu menggembirakan,” pungkasnya.
Sementara itu, Kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko menyatakan masyarakat perlu memahami langkah-langkah nyata pencegahan dan penindakan korupsi yang diklaim sangat jelas dijalankan oleh Presiden Jokowi. Ia klaim komitmen presiden selalu mengingatkan jajarannya jangan sampai terlibat korupsi.
Menurut Moeldoko, Jokowi selalu menekankan dalam situasi pandemi Covid-19 ini yang menjadi prioritas utama adalah sektor kesehatan. Akan tetapi, Jokowi juga selalu mewanti-wanti jangan sampai agenda besar lainnya diabaikan oleh siapapun. Diantara agenda besar itu adalah bagaimana mencegah dan menghindari tindakan korupsi.
Moeldoko menerangkan dalam konteks penanganan Covid-19, Jokowi ingin penanganan berjalan dengan cepat tetapi dengan tingkat kehati-hatian dalam mengelola keuangan harus menjadi perhatian.
Selain itu, strategi pencegahan korupsi tergambar jelas dalam Perpres No 54 Tahun 2018 tentang Strategi Nasional Pencegahan Korupsi. Oleh karena itu, presiden meminta BPKP, LKPP, KPK, Kejaksaan Agung, Kepolisian, ikut terlibat melakukan pendampingan dalam implementasi kebijakan.
“Kita concern melihat action-nya dari apa yang telah dilakukan presiden dalam konteks korupsi ini. Indikator-indikator yang saya sampaikan tadi sebuah komitmen kuat yang dimiliki presiden atas upaya pencegahan dan penindakan korupsi,” ujar Moeldoko, Rabu (18/8/2021). [wip]