ISLAMTODAY ID—Aksi Staf Khusus Presiden, Diaz Hendropriyono mengunggah video para santri menutup telinga saat terdengar musik di akun instagramnya pada Senin (13/09), viral. Sejumlah petinggi ormas Islam, pejabat, dan para tokoh pun memberikan pembelaan kepada santri dari stigma radikal.
Kementerian Agama (Kemenag) melalui melalui Direktur Pendidikan dan Diniyah Pesantren, Waryono mengatakan bahwa hal itu bukan bukan bagian dari paham ekstrimisme. Ia menyebut boleh atau tidaknya seorang santri mendengarkan musik bergantung pada aliran madzhab yang dianut oleh kiai di pesantren tersebut.
“Boleh dan tak boleh ini tergantung pada mahzab kiai,” kata Waryono dilansir dari cnnindonesia, Kamis (16/09/2021).
Waryono menjelaskan jika selama ini dalam tradisi pesantren para santri tidak dibiarkan mendengarkan musik disebabkan untuk menjaga kenyamanan mereka dalam belajar. Bagaimanapun santri membutuhkan konsentrasi yang cukup selama menghafal Al-Qur’an dan hafalan lainnya di pesantren.
“Itu harus hafal semua. Itu butuh konsentrasi. Makanya kalau butuh konsentrasi kiai melarang jangan mendengarkan music,” tutur Waryono.
“Bahkan ada di pesantren-pesantren enggak boleh main HP, enggak boleh nonton TV. Itu bukan fenomena baru,” jelasnya.
Selain Waryono hal senada juga disampaikan oleh Hidayat Nur Wahid (HNW), ia mengatakan jika dalam Islam terdapat madzhab yang melarang untuk mendengarkan musik. Namun ada juga yang membolehkan.
“Dalam fiqih Sunni ada yang larang dengar musik, ada yang bolehkan. Ngaji lagi yuk,” ujar HNW lewat akun twitternya pada Selasa, 14/09/2021.
Ia meminta agar semua pihak fokus pada kesediaan para santri untuk ikut dalam program vaksinasi. Sebuah program yang digaungkan oleh pemerintah, bukan malah terfokus pada aksi tutup kuping.
“Santri-santri tahfid ini sudah mau ikuti program vaksinasi dari pemerintah. Apa pemerintah melarang tutup kuping?” ujar HNW.
Dilansir dari detikcom (14/09), Wakil Sekjen Majelis Ulama Indonesia (MUI), M. Ziyad bahkan secara tegas mengatakan bahwa apa yang dilakukan oleh para santri yang menutup telinga tersebut telah banyak dipraktikkan oleh para ulama zaman dahulu. Sebut saja Imam Syafi’i, ia selalu menutup telinganya dengan kapas bahkan ketika akan pergi ke masjid.
“Mohon maaf kalau mau jauh, Imam Syafi’i kalau pergi ke masjid, telinga disumpal dengan kapas,” tutur Ziyad.
Ziyad menambahkan hal tersebut dilakukan dalam rangka untuk menjaga hafalannya. Imam Syafi’i dikenal sebagai ulama yang memiliki kemampuan menghafal sangat cepat, langsung hafal dengan hanya sekali mendengar.
“Takut tercampur dengan hafalan hadist, fikih dan lain-lain,” ujarnya.
Ziyad bahkan menegur panitia vaksin. Menurutnya panitia vaksin seharusnya bisa lebih menghormati siapa yang menjadi peserta vaksin, terutama para santri.
“Harusnya menghormati, kalau peserta para santri, penghafal Alquran, maka musik harus dimatikan kalau kita hormati itu. Sebab ada ada santri yang terganggu hafalan-nya makanya santri kemudian menutup telinga,” tandasnya.
Penulis: Kukuh Subekti