(IslamToday ID) – Analis politik asal Universitas Trunojoyo Madura Surokim Abdussalam menyatakan keberadaan PDIP sebagai oposisi pemerintahan era Prabowo-Gibran dibutuhkan untuk menjaga iklim demokrasi di Tanah Air.
“Partai penguasa itu bisa berganti-ganti, oposisinya PDIP bermanfaat sebagai penyeimbang,” kata Surokim, Sabtu (27/4/2024).
Ia mengatakan ketika PDIP nantinya malah bergabung dengan penguasa, maka akan terbentuk koalisi besar.
Dikhawatirkan, katanya, kondisi tersebut bisa mengurangi pengawasan terhadap pengambilan kebijakan dan pelaksanaan sistem kepemerintahan Prabowo-Gibran.
“Itu tidak sehat untuk iklim demokrasi kita. PDI Perjuangan punya pengalaman sebagai oposisi, menurut saya itu tidak masalah kembali diambil,” ucapnya.
Selain itu, Surokim menyatakan jalur oposisi yang diambil oleh PDIP juga untuk menjaga pandangan publik soal konsistensi partai pimpinan Megawati Soekarnoputri.
“Kecuali ada force major, itu tidak bisa didefinisikan lagi karena kebutuhannya sudah berbeda, tetapi kalau situasinya seperti ini, fungsi kontrol lebih baik,” katanya.
Masalahnya, saat kontestasi Pilpres 2024, PDIP memilih jalan sebagai pesaing pasangan Prabowo-Gibran yang diusung sembilan partai politik di dalam Koalisi Indonesia Maju (KIM), dengan mencalonkan pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud Md.
“Kalau tidak ingin dinilai oportunis oleh publik, saya kira yang kemarin di luar KIM sebaiknya lebih bermanfaat berada di jalur oposisi,” ujarnya.
Sebelumnya, KPU RI menetapkan Prabowo-Gibran sebagai pasangan capres-cawapres terpilih pada Pilpres 2024 sesuai dengan Keputusan KPU No 504 Tahun 2024.
Prabowo-Gibran berhasil meraih 96.214.691 suara atau 58,59 persen dari total suara sah nasional dan memenuhi sedikitnya 20 persen suara di setiap provinsi yang tersebar di 38 provinsi di Indonesia. Adapun keputusan ini mulai berlaku sejak ditetapkan pada Rabu (24/4/2024). [wip/ant]