(IslamToday ID) – Ekonom senior Universitas Indonesia (UI) Faisal Basri mengatakan pemerintah Indonesia tidak akan terancam gagal untuk membayar utang. Namun, ia menilai ada hal-hal yang harus diwaspadai.
Meskipun tak setuju dengan penambahan utang, Faisal yakin pemerintah akan melakukan semua cara demi melunasi kewajibannya. “Nggak, nggak akan gagal bayar Insya Allah. Apapun akan dilakukan pemerintah (untuk membayar utang),” katanya seperti dikutip dari Tempo, Sabtu (2/10/2021).
Ekonom INDEF tersebut menilai ada kompensasi atas keputusan pemerintah tersebut, misalnya anggaran untuk gaji pegawai negeri sipil (PNS) tidak akan naik. Selain itu, ia memperkirakan pemerintah akan mengurangi belanja daerah atau transfer ke daerah.
“Beban bunga utang Indonesia sudah gila,” ucapnya.
Pernyataan Faisal tersebut merespons data utang pemerintah per Agustus 2021 yang mencapai Rp 6.625,43 triliun dengan rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) sebesar 40,85 persen.
Nilai utang Indonesia per Agustus 2021 naik ketimbang posisi Juli 2021, yakni sebesar Rp 6.570,17 triliun. Bukan itu saja, ia khawatir pemerintah akan mengorbankan belanja sosial untuk masyarakat jika utang terus menumpuk.
Faisal bahkan memprediksi utang pemerintah akan menyentuh Rp 8.110 triliun atau Rp 8,11 kuadriliun pada akhir 2022. “Jadi yang dikorbankan belanja sosial, yang dikorbankan yang esensial-esensial buat rakyat. Jadi sudah merongrong, sudah mencekik,” imbuhnya.
Sebelumnya, Kementerian Keuangan menyebutkan posisi utang pemerintah pusat per akhir bulan lalu naik sebesar Rp 55,27 triliun apabila dibandingkan posisi utang akhir Juli 2021.
Dalam Laporan APBN Kita September 2021 yang dikutip Selasa (28/9/2021), dijelaskan bahwa kenaikan utang Indonesia terutama karena bertambahnya utang yang diterbitkan berupa Surat Berharga Negara (SBN) domestik sebesar Rp 80,1 triliun.
Sementara, utang SBN dalam valuta asing berkurang sebesar Rp 15,42 triliun. Begitu juga pinjaman yang turun Rp 9,41 triliun. Dari total utang Rp 6.625,43 triliun itu, mayoritas sebesar 87,43 persen diantaranya berasal dari SBN senilai Rp 5.702,49 triliun dan pinjaman Rp 833,04 triliun.
Dari SBN terbagi menjadi domestik dan valas masing-masing sebesar Rp 4.517,71 triliun dan Rp 1.274,68 triliun. Sedangkan total pinjaman sebesar Rp 833,04 triliun itu terdiri dari pinjaman dalam dan luar negeri, masing-masing sebesar Rp 12,64 triliun dan Rp 820,4 triliun. [wip]