(IslamToday ID) – Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut B Pandjaitan blak-blakan soal kondisi pandemi di Indonesia hingga terjadinya tarik ulur kebijakan wajib tes PCR.
Seperti diketahui, kini tes PCR tidak lagi diwajibkan jika naik transportasi umum terutama pesawat terbang setelah sebelumnya diharuskan dan menuai sorotan.
Melalui acara wawancara panjang di studio Deddy Corbuzier, Luhut mengatakan wajib PCR bagi penumpang moda transportasi terutama pesawat adalah bentuk kehati-hatian. Ia mengakui memang kini pandemi di Indonesia sudah mulai mereda.
“Saya kan latar belakangnya tentara, jadi selalu konservatif melihat itu (pandemi). Meskipun kelihatannya sudah selesai namun kita tidak boleh santai, rileks, tapi tahu-tahu nanti ada lonjakan,” kata Luhut, Rabu (10/11/2021).
Ia mengibaratkan melandainya kasus Covid-19 di Indonesia seperti sebuah operasi militer yang telah selesai. “Pasca operasi militer itu kita tetap tidak boleh lengah, nanti tahu-tahu di situ ada serangan bagaimana. Jadi jangan sampai semua sudah kelihatan bagus kemudian kita bebas-bebas aja,” ungkap Luhut.
Ia pun masih mengkhawatirkan varian baru dari virus Covid-19 yang kini sudah menyebar di Inggris dan kini sudah masuk ke Malaysia. “Maka itulah kita lapor ke Pak Presiden, ini harus super hati-hati. Kita tidak tahu apakah virus itu sudah masuk ke Indonesia atau belum,” ujar Luhut.
Namun karena ada sejumlah pertimbangan, ia mengaku kebijakan wajib tes PCR di pesawat kini dibatalkan. Namun mendekati dengan libur Natal dan Tahun Baru 2022, menurutnya, kebijakan itu layak dipertimbangkan kembali.
“Pergerakan masyarakat yang terlalu besar tanpa ada pemeriksaan, sama saja penyakit itu berpindah tempat dengan lebih cepat,” kata Luhut.
Ia mengatakan akan sangat rugi jika sampai terjadi serangan gelombang ketiga karena kurangnya kehati-hatian, sehingga pemerintah diharuskan mengambil kebijakan PPKM. Menurutnya, kebijakan PPKM sangatlah memukul sektor ekonomi masyarakat.
“PPKM itu satu minggu kita rugi Rp 5,2 triliun. Itu lapangan kerja yang hilang berapa banyak, berapa banyak orang yang nganggur, itu kan harga yang sangat mahal,” katanya.
“Untuk itu, sekarang kita sudah lumayan lebih baik, kita pelihara dulu, tenang tunggu, jangan terus berpikir negatif. Tetap ekstra hati-hati,” tambahnya.
Luhut kembali mengingatkan kondisi puncak pandemi sekitar empat bulan lalu. Di mana setiap hari selalu ada kabar orang meninggal, entah itu teman atau saudara.
“Pada bulan Juli ada teman saya mau antre masuk rumah sakit nggak bisa. Coba minta tolong saya, saya pun gak bisa nolong dan akhirnya check out (meninggal). Padahal saya yang ngatur (ngurusi PPKM) tapi gak bisa nolong, karena begitu chaos-nya waktu itu,” ceritanya.
Hal itu menurutnya haruslah menjadi pelajaran agar kita bisa lebih berhati-hati. Jangan sampai terjadi serangan gelombang ketika karena kita lengah dan kurang hati-hati. “Jadi kita lebih bagus berhati-hati, sedikit lebih susah gak apa-apa tapi lebih aman,” pungkasnya.
Luhut juga mengimbau kepada masyarakat untuk tidak cepat puas dan jumawa dengan kondisi pandemi saat ini. Selama para ahli belum menemukan obat atau vaksin yang efikasinya 100 persen, maka selama itu kita belum bebas dari Covid-19.
“Sudahlah, nurut saja. Memang benar ada harga yang harus dibayar, tapi daripada setiap hari dengar ada orang meninggal, apa mau seperti itu? Kuncinya di mobilitas,” ujarnya. [wip]