(IslamToday ID) – Anggota Komisi III DPR RI Fraksi Partai Demokrat, Hinca Pandjaitan turut bersuara terkait dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal dikabulkannya gugatan terhadap UU No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja atau UU Cipta Kerja.
Ia mengatakan suara Demokrat tidak didengar saat pengesahan Omnibus Law UU Cipta Kerja pada 2 November 2020. Dikatakan Hinca, ini merupakan tamparan keras untuk pemerintah dan DPR.
“Pertama, ini adalah sebuah teguran keras kepada pemerintah dan DPR yang pada 2 November 2020 lalu produk Omnibus Law UU Cipta Kerja resmi diundangkan dan ditandatangani oleh Presiden Jokowi di tengah masifnya penolakan dari publik saat itu,” kata Hinca seperti dikutip dari Sindo News, Jumat (25/11/2021).
Ia kemudian menceritakan kembali proses pembuatan RUU Cipta Kerja yang sejak awal membuat pihaknya walk out (WO). “Partai Demokrat yang sedari pembahasan hingga pengesahan selalu kritis dan bahkan walk out pada saat Rapat Paripurna pengesahan RUU Cipta Kerja kala itu,” tegasnya.
“Setelah saya membacakan sikap Fraksi Partai Demokrat yang menolak RUU Cipta Kerja ini untuk dilanjutkan pengesahannya di Rapat Paripurna DPR saat rapat di rapat pengambilan keputusan mini di Baleg waktu itu,” tambahnya.
Hal ini, kata Hinca, semakin membuktikan pemerintah dan pihak DPR yang mendukung UU Cipta Kerja tidak mendengar dan mengakomodir aspirasi masyarakat.
“Suara kami yang bahkan paling dekat saja tidak dapat didengar dan diakomodir, bagaimana dengan suara teman-teman lain di luar sana yang kala itu tegas menolak,” ungkap Hinca.
Sebagaimana diketahui sebelumnya, Ketua MK Anwar Usman telah mengambil keputusan bahwa UU No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja inkonstitusional secara bersyarat.
Pertimbangan MK dalam putusan tersebut yakni metode penggabungan atau Omnibus Law dalam UU Cipta Kerja tidak jelas, apakah metode tersebut merupakan pembuatan UU baru atau melakukan revisi.
Pembuatan UU Cipta Kerja juga dinilai MK tidak menjunjung tinggi asas keterbukaan publik, di mana pertemuan dengan pihak terkait belum sampai pada tahap subtansi UU. Selain itu, draf UU Cipta Kerja juga dinilai MK sulit untuk diakses oleh publik.
Apabila dalam jangka waktu dua tahun tidak dilakukan perbaikan, maka Omnibus Law UU No 11 Tahun 2020 tersebut akan otomatis dinyatakan inkostitusional bersyarat secara permanen.
Namun demikian, MK menyatakan seluruh UU yang terdapat dalam Omnibus Law UU No 11 Tahun 2020 Cipta Kerja tetap berlaku sampai dilakukan perbaikan.
MK meminta pemerintah untuk menangguhkan segala tindakan kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas sebagai dampak dari Omnibus Law UU No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. MK juga menyatakan tidak dibenarkan menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan UU Cipta Kerja. [wip]