(IslamToday ID) – Jaringan Aktivis Pro Demokrasi (Prodem) turut membawa bukti tambahan untuk memperkuat laporan terhadap Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut B Pandjaitan serta Menteri BUMN Erick Thohir soal dugaan bisnis PCR.
Ketua Jaringan Aktivis Prodem Iwan Sumule menyatakan pihaknya telah tiba di Polda Metro Jaya untuk memenuhi panggilan dari penyidik untuk diklarifikasi atas laporan yang dibuatnya itu.
“Prinsipnya kami datang, pasti kami akan sertakan beberapa bahan tambahan,” kata Iwan di Polda Metro Jaya, Senin (29/11/2021). Salah satu bukti yang ia bawa adalah pengakuan Luhut lewat juru bicara terkait kepemilikan saham di PT GSI.
Iwan menegaskan laporannya terhadap Luhut dan Erick tak terkait dengan dugaan tindak pidana korupsi, melainkan soal dugaan pidana kolusi dan nepotisme. “Yang jelas kolusi dan nepotisme adalah perbuatan melawan hukum yang ada sanksi pidana, jelas diatur dan tegas,” ujarnya seperti dikutip dari CNN Indonesia.
Iwan juga menyebut bahwa pidana kolusi dan nepotisme tak hanya soal kerugian negara, tetapi juga soal kerugian yang dialami oleh masyarakat Indonesia.
“Itu poinnya, makanya warga negara yang merasa dirugikan atau sekelompok masyarakat bisa melaporkan apabila punya bukti yang cukup dugaan pelanggaran pidana yang dilakukan oleh para pejabat negara,” tuturnya.
Dugaan bahwa Luhut dan Erick Thohir terlibat bisnis PCR pertama kali diungkap oleh eks Direktur YLBHI Agustinus Edy Kristianto. Kala itu, Edy menyebut keterlibatan Luhut ini lewat PT Toba Bumi Energi dan PT Toba Sejahtera, anak PT TBS Energi Utama Tbk (TOBA).
Sedangkan Erick Thohir terkait dengan Yayasan Adaro Bangun Negeri yang berkaitan dengan PT Adaro Energy Tbk (ADRO). Perusahaan itu dipimpin oleh saudara Erick, Boy Thohir.
Pada Senin (15/11/2021) lalu, Ketua Jaringan Aktivis Pro Demokrasi (Prodem) Iwan Sumule melaporkan kedua menteri itu ke Polda Metro Jaya. Namun laporan ditolak.
Iwan kembali melaporkan Luhut dan Erick ke Polda Metro Jaya hari berikutnya dan akhirnya laporan diterima. Laporan tersebut teregister dengan nomor LP/B/5734/XI/2021/SPKT/POLDA METRO JAYA tanggal 16 November 2021.
Luhut dan Erick dilaporkan terkait dugaan pelanggaran tindak pidana kolusi dan nepotisme yakni pasal 5 angka 4 jo pasal 21 dan pasal 22 UU No 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.
Keduanya sudah membantah mengambil untung dari praktik bisnis tersebut. Luhut bahkan siap mengundurkan diri jika terbukti menerima uang keuntungan dari bisnis PCR. “Ya, kalau saya terima duitnya saya resign, gampang aja. Gitu aja repot, gitu aja repot,” kata Luhut dalam wawancara pada Jumat (12/11/2021).
Sementara, Erick menyebut aturan tes PCR di masa pandemi tak ada kaitannya dengan bisnis PCR. Ia berkata kewajiban tes PCR adalah hasil keputusan bersama lintas kementerian melalui rapat terbatas (ratas).
Erick menjelaskan setiap regulasi terkait penanganan Covid-19 selalu didahului perumusan lewat ratas pekanan yang diikuti lintas kementerian.
“Apalagi dalam mengambil kebijakan terkait penanganan Covid-19 ini bukan ditentukan oleh Kementerian BUMN, atau kementerian sendiri-sendiri,” kata Erick, Kamis (18/11/2021).
“Dan kebijakan itu secara transparan. Dan saya tidak mungkin mengatur jalannya rapat terbatas agar mendapat kebijakan yang menguntungkan pribadi saya,” tambahnya. [wip]