(IslamToday ID) – Direktur Utama PT PLN yang baru Darmawan Prasodjo angkat bicara terkait rencana pemerintah menaikkan tarif dasar listrik pada tahun depan. Menurutnya, keputusan kenaikan tarif ada di tangan pemerintah.
Seperti diketahui, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bersama dengan Badan Anggaran (Banggar) DPR RI berencana menerapkan kembali tariff adjustment (tarif penyesuaian) pelanggan PT PLN (Persero) non subsidi pada tahun depan.
“Kami ini adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di mana tarif listrik diputuskan pemerintah,” kata Darmawan di kantor PLN Pusat seperti dikutip dari CNBC Indonesia, Senin (6/12/2021).
Menurutnya, jika Kementerian ESDM menetapkan kenaikan tarif listrik, maka PLN siap untuk menjalankannya. Proses penentuan tarif listrik, menurutnya masih berjalan dan PLN tegas akan melaksanakan jika diperintahkan pemerintah.
“Dalam hal ini ada di Kementerian ESDM, kami akan melaksanakan kebijakan pemerintah,” ujarnya.
Sebelumnya, rencana penyesuaian tarif listrik pelanggan non subsidi ini disampaikan oleh Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Rida Mulyana. Menurutnya, rencana ini bakal dilaksanakan jika kondisi pandemi Covid-19 membaik.
“Tahun 2022 apakah akan diterapkan tarif adjustment? Jadi kita sepakat dengan Banggar kalau sekiranya Covid-19 membaik ke depan mudah-mudahan, kita bersepakat dengan DPR dengan Banggar, kompensasi tariff adjustment diberikan enam bulan saja, selanjutnya disesuaikan,” paparnya, Senin (29/11/2021).
Tariff adjustment merupakan tarif listrik bagi 13 golongan pelanggan non subsidi PT PLN (Persero). Semestinya, tarif listrik bagi golongan pelanggan non subsidi ini bisa berfluktuasi.
Fluktuasi ini terjadi setiap tiga bulan, disesuaikan dengan tiga faktor yakni nilai tukar (kurs), harga minyak mentah (ICP), dan inflasi. Jika tiga faktor tersebut meningkat, maka tarif listrik juga ikut dinaikkan. Pun sebaliknya jika tiga faktor ini menurun, maka tarif bisa turun.
Akan tetapi, tarif listrik bagi 13 golongan pelanggan non subsidi tidak mengalami kenaikan sejak 2017 lalu. Rida menegaskan terkait rencana ini, pemerintah dan parlemen tidak ada niatan untuk mengurangi subsidi, namun mendorong agar pemberian subsidi menjadi lebih tepat sasaran.
“Yang 13 sisanya adalah golongan tidak bersubsidi, artinya tarifnya harusnya ikuti pergerakan atau perubahan dari tiga faktor minimum yaitu kurs, harga minyak mentah, dan inflasi, dan biasanya disesuaikan per tiga bulan. Apakah ini sudah jalan? Dulu sempat jalan 2015-2017. Ini disebut tariff adjustment, malah sebutannya automatic tariff adjustment,” jelas Rida.
“Tapi dengan beberapa alasan sejak 2017 tariff adjustment ditahan dengan alasan menjaga daya beli masyarakat dan daya saing industri,” imbuhnya.
Lebih lanjut Rida menyampaikan, dengan tidak adanya kenaikan tarif listrik sejak tahun 2017, maka ini berdampak pada kompensasi yang diberikan pemerintah kepada PT PLN (Persero). Adapun dana kompensasi ini juga diambil dari APBN.
Dana kompensasi ini untuk menutupi selisih antara tarif keekonomian pelanggan non subsidi dengan tarif yang telah ditetapkan pemerintah. “Kita tahan (tariff adjustment), berdampak ke kompensasi pemerintah, karena keputusan pemerintah pasti dasarnya APBN,” ucapnya.
Ke depan, imbuhnya, akan ada review dari tariff adjustment ini. Dalam menentukan tariff adjustment ini, menurutnya banyak pihak yang terlibat karena ini akan berdampak ke inflasi dan lainnya.
“Tapi kita, kami sebagai Dirjen, siapkan asumsi dana dan skenario, keputusan tentu saja ke pimpinan,” tegasnya. [wip]