(IslamToday ID) – Mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo menggugat UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu ke Mahkamah Konstitusi (MK). Ia meminta penghapusan ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) lewat permohonan uji materi.
Ia menyebut aturan yang tertuang dalam pasal 222 UU Pemilu itu bertentangan dengan pasal 6 ayat (2), 6A ayat (2), dan 6A ayat (5) UUD 1945.
“Menyatakan pasal 222 UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat,” kata Gatot dalam petitum gugatan bernomor 63/PUU/PAN.MK/AP3/12/2021.
Gatot berpendapat ambang batas pencalonan presiden 20 persen yang saat ini berlaku merugikan pemilih lantaran menghalangi warga mendapat kandidat terbaik bangsa.
Mengutip eks Menko Bidang Kemaritiman Rizal Ramli, Gatot menyebut presidential threshold menimbulkan pembelian kandidasi. Pernyataan itu merujuk pengalaman Rizal yang ditawari pencalonan sebagai presiden dengan harga Rp 1 triliun pada 2009.
Gatot juga mengutip pernyataan Ketua KPK Firli Bahuri yang menyebut ambang batas pencalonan presiden seharusnya 0 persen agar tidak ada politik transaksional.
Ia pun mengutip pernyataan dari tokoh-tokoh seperti Fadli Zon, Jimly Asshiddiqie, Titi Anggraini, Syarief Hasan, Feri Amsari, Zainal Arifin Mochtar, dan Hamdan Zoelva. Inti pernyataan para tokoh itu adalah seharusnya aturan presidential threshold 20 persen dihapuskan dari sistem pemilu Indonesia.
Gugatan Gatot ini merupakan gugatan ketiga terhadap UU Pemilu dalam sepekan terakhir. Sebelumnya, ada gugatan dari Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Ferry Juliantono dan anggota DPD Bustami Zainudin.
Tiga gugatan itu sama-sama meminta aturan ambang batas pencalonan presiden dihapus. Tiga pemohon juga sama-sama menunjuk Refly Harun sebagai kuasa hukum mereka. [wip]