(IslamToday ID) – Koalisi Masyarakat Sipil menilai penetapan lokasi ibukota negara (IKN) baru sejak awal sudah cacat.
Ketika mengumumkan rencana pemindahan ibukota, Presiden Jokowi mengaku akan menunggu kajian untuk menentukan wilayah IKN.
“Namun, hingga saat ini kajian yang dimaksud oleh presiden dan diklaim menjadi dasar penetapan wilayah Kalimantan Timur sebagai ibukota tidak diketahui keberadaannya,” kata Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur dalam siaran pers, Kamis (20/1/2022).
“Dengan kata lain bahwa penetapan Kalimantan Timur sebagai ibukota bukan berdasarkan atas sebuah kajian yang mendalam,” imbuhnya seperti dikutip dari Kompas.
Sebaliknya, katanya, pemerintah justru mempublikasikan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) cepat. KLHS merupakan kajian yang dibuat setelah calon ibukota baru ditetapkan di wilayah Kalimantan Timur.
Sehingga, bukan menjadi kajian yang melatarbelakangi mengapa Kalimantan Timur atau wilayah lain yang dipilih sebagai kawasan IKN.
Dalam KLHS cepat itu pun, terungkap potensi masalah lingkungan di kawasan IKN nantinya, mulai dari ancaman terhadap tata air, flora dan fauna, hingga pencemaran. Padahal, rencana pemindahan ibukota berawal dari semakin ruwetnya masalah di Jakarta, baik dari segi daya dukung lingkungan maupun daya tampung.
“Permasalahan mendasar lainnya yang belum banyak diketahui publik adalah bahwa di kawasan IKN dan daerah penyangganya (Balikpapan), rentan terhadap permasalahan krisis air bersih di masa depan. Dan permasalahan ini juga ditegaskan di dalam Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) IKN,” tulis Isnur.
“Kami memandang, permasalahan di Jakarta harus segera diselesaikan di Jakarta, bukan malah meninggalkan permasalahan di Jakarta dan menciptakan masalah baru di Kalimantan Timur,” imbuhnya.
Sebagai informasi, RUU IKN disahkan hanya dalam kurun 43 hari menjadi undang-undang dalam rapat paripurna yang dikebut semalam pada 18 Januari 2022. Untuk proyek sebesar ini, pembahasan RUU menjadi UU dilakukan tanpa melibatkan partisipasi publik yang memadai.
Padahal, pihak yang terdampak langsung dari proyek ini sangat banyak, mulai dari warga dan masyarakat adat Kutai Kartanegara dan Penajam Paser Utara, para ASN pemerintah pusat yang selama ini tinggal di Jakarta, hingga warga Sulawesi Tengah yang harus menghadapi kerusakan lingkungan imbas proyek tambang di wilayahnya demi suplai infrastruktur dan tenaga listrik ke IKN. [wip]