(IslamToday ID) – Meski pemerintah sudah mensubsidi harga minyak goreng, namun tampaknya persoalan barang kebutuhan pokok ini belum berakhir. Kini persoalan stok menjadi masalah dan banyak dikeluhkan para ibu rumah tangga.
Karima Amalia salah satunya. Ibu dua anak ini mengaku kesulitan “setengah mati” mencari minyak goreng setelah harga turun menjadi Rp 14.000 per liter per Rabu (19/1/2022).
“Kemarin sudah jauh-jauh ke Superindo, ke pasar pada habis. Padahal sudah dibatasi per orang hanya boleh beli dua kemasan,” cerita Karima, Rabu (2/2/2022).
Ia akhirnya baru mendapatkan minyak goreng setelah rela “nongkrong” dari pagi di Alfamart. Ibu rumah tangga yang baru pindah ke Pekalongan ini merasa heran minyak goreng tiba-tiba menjadi barang langka.
“Tadi pagi Alhamdulillah masih dapat. Tapi kalau siangan dikit pasti habis juga,” ucap Karima seperti dikutip dari CNN Indonesia.
Ini hanya satu dari ratusan perjuangan emak-emak lain mendapatkan minyak goreng beberapa hari terakhir.
Berdasarkan catatan, stok minyak goreng kosong di sejumlah ritel modern yang berada di Medan, Jakarta, hingga Surabaya.
Direktur Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting Kementerian Perdagangan (Kemendag) Isy Karim mengatakan terjadi panik beli alias panic buying minyak goreng sejak pemerintah menetapkan harga Rp 14.000 per liter di pasar ritel modern.
“Dari laporan di masyarakat tersebut memang ada serbuan pembelian di beberapa minimarket karena panic buying,” ucap Isy beberapa waktu lalu.
Serbuan pembelian tersebut, katanya, tak sebanding dengan kapasitas minyak goreng yang tersedia di minimarket. Alhasil, stok di minimarket seringkali langsung ludes ketika barang datang dari gudang.
Sementara, Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Oke Nurwan memastikan minyak goreng mulai terisi kembali di sejumlah ritel modern. Menurutnya, ritel modern sudah banyak melakukan purchase order (PO).
“(Minyak goreng) sudah mulai terisi, PO sudah mulai banyak dan delivery order (DO) sudah mulai delivered,” kata Oke.
Ia mengakui salah satu penyebab kelangkaan minyak goreng di pasaran lantaran proses delivery order yang lambat. “Intinya DO-nya yang lambat,” imbuh Oke.
Namun, ia tak menjelaskan lebih lanjut apakah ini menjadi kesalahan distributor atau memang kendala teknis di lapangan, dan apakah ada indikasi permainan oleh salah satu pihak di balik kelangkaan minyak goreng.
Di sisi lain, Komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Ukay Karyadi mengendus penyelewengan terkait pasokan minyak goreng di ritel modern. Namun, ia tak menyebut secara pasti pihak mana yang melakukan hal tersebut, apakah produsen atau ritel.
“Ada indikasi menahan pasokan, ini sekarang sedang diinvestigasi. Kalau terbukti melanggar Undang-Undang No 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli,” ucap Ukay.
Menurutnya, pihak yang melakukan permainan tersebut mengatur produksi dan pemasaran minyak goreng. Dengan demikian, jumlah pasokan berkurang. “Tapi itu baru indikasi, sedang diinvestigasi, kalau ditemukan bukti akan dibawa ke persidangan KPPU,” jelas Ukay.
Berdasarkan pantauan KPPU, sejauh ini stok minyak goreng kosong di sejumlah ritel yang berada di Medan, Lampung, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, Balikpapan, dan Makassar.
“Ketika harga Rp 14.000 seluruh kantor wilayah KPPU di Medan, Lampung, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, Balikpapan, dan Makassar memantau di ritel modern, hasilnya stok kosong. Begitu ada produk langsung diserbu pembeli,” ucap Ukay.
Sementara, Kepala Satgas Pangan Polri Helmy Santika mengaku belum menemukan indikasi penimbunan di tengah kekosongan stok minyak goreng. “Saat ini masih belum ditemukan ada penimbunan dengan tujuan mengambil keuntungan yang tinggi,” ujarnya.
Helmy memastikan stok minyak goreng terbilang aman. Hal ini karena pemerintah sudah menerapkan kebijakan terkait kewajiban pasokan minyak goreng dan minyak sawit mentah untuk kepentingan dalam negeri atau domestic market obligation/DMO.
“Stok nasional minyak goreng sangat aman karena sudah ada kebijakan DMO sebesar 20 persen bagi pelaku usaha sebelum mendapatkan persetujuan ekspor,” kata Helmy.
Untuk menstabilkan harga, pemerintah juga telah memberlakukan domestic price obligation (DPO) untuk CPO. Dengan demikian, harga CPO untuk kebutuhan domestik lebih murah dibandingkan internasional.
Harus Investigasi
Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad mengingatkan pemerintah untuk melakukan investigasi terkait kelangkaan minyak goreng setelah harga turun menjadi Rp 14.000 per liter. Sebab, ia ragu pasokan minim karena dipengaruhi produksi.
“Produksi CPO dari pengamatan saya tidak masalah, kalau dilihat dari ekspor juga tidak ada kenaikan signifikan meski harga naik. Artinya barang itu (CPO) ada di dalam negeri,” tutur Tauhid.
Berdasarkan catatannya, rata-rata produksi CPO sekitar 53 juta ton per tahun di Indonesia. Dari total tersebut, 33 juta-34 juta ton CPO diekspor, 7 juta-8 juta ton CPO untuk kebutuhan biodiesel, dan 11 juta ton untuk industri di dalam negeri termasuk minyak goreng.
“Dua tahun selama Covid-19 tidak ada pergerakan ekspor istimewa, artinya CPO normal diproduksi segitu,” imbuh Tauhid.
Namun, pemerintah harus memeriksa CPO itu mengalir ke industri mana saja. Apakah ke produsen minyak goreng atau ke sektor lain. “Artinya kalau memang dari CPO tidak ada masalah, tapi ke industrinya ada masalah, apakah barang itu (CPO) mereka (produsen minyak goreng) beli atau tidak,” papar Tauhid.
Ia mengatakan penyelidikan juga dapat dilakukan oleh KPPU. Pasalnya, mulai dari ritel hingga produsen minyak goreng berpotensi melakukan penyelewengan di balik kelangkaan minyak goreng murah.
“Dugaan kelangkaan minyak goreng ini kan rantai pasok bukan hanya satu dua pihak. Ada potensi di masing-masing pihak, sehingga barang hilang,” ucap Tauhid.
Ia tak berniat menuduh salah satu pihak. Namun, pemerintah harus melakukan investigasi agar sumber masalah kelangkaan minyak goreng menjadi terang benderang. “Tidak menuduh masing-masing pihak. Tapi kenapa barang itu hilang, lakukan investigasi,” ujarnya.
Stok Bertambah
Dari sisi ritel, Corporate Affairs Director PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (Alfamart) Solihin mengklaim jumlah stok di gudang Alfamart dan Alfamidi sudah meningkat dari sekitar 200.000 liter menjadi 900.000 liter. Meski begitu, jumlahnya masih di bawah kebutuhan masyarakat yang mencapai 3 juta liter.
“Saat ini ada perbaikan dari 200.000 liter sekarang 900.000 liter. Kalau ditanya butuh, kami butuh 3 juta liter sekali kirim paling tidak,” ungkap Solihin.
Ia mengatakan pasokan minyak goreng di gudang milik Alfamart dan Alfamidi meningkat setelah pihak Kementerian Perdagangan menegur distributor atau produsen. “Sejak menteri (perdagangan) mungkin memberi teguran kepada para distributor, produsen, ada penambahan suplai,” ujar Solihin.
Menurutnya, perusahaan biasanya langsung memasok seluruh gerai yang membutuhkan stok minyak goreng. Jika pasokan di gudang habis, maka perusahaan akan otomatis melakukan PO terhadap produsen. “Kalau (stok di gudang) mendekati jumlah tertentu kami order otomatis,” imbuh Solihin.
Namun, ia menilai kebiasaan masyarakat yang langsung memborong minyak goreng membuat pasokan langsung ludes seketika. Padahal, masyarakat dapat membeli minyak goreng sesuai kebutuhan rumah tangga.
“Kalau sekarang masyarakat cara belinya seperti ini, mau stok berapa pun akan habis. Tapi kalau masyarakat hanya beli untuk kebutuhan rumah, rasanya tidak akan sampai kosong seperti ini, karena sekarang barang datang berapa jam sudah habis,” jelas Solihin.
Ia berharap distribusi pasokan minyak goreng bisa lebih baik ke depannya. Ia menampik kekosongan stok minyak goreng di ritel modern karena ada indikasi penimbunan. “Tidak lah, berpikiran seperti itu saja tidak,” tegas Solihin.
Sementara, Marketing Director PT Indomarco Prismatama (Indomaret) Darmawie Alie mengatakan pihaknya membutuhkan peran pemasok untuk menyediakan minyak goreng Rp 14.000 per liter. “Untuk mengisi kekosongan perlu di-support suplai dari pemasok,” ucap Darmawie.
Untuk satu kali PO, sambungnya, biasanya akan berisi 1.000-2.000 karton. Satu karton berisi enam kemasan minyak goreng ukuran 2 liter.
Jika sekali PO berisi 1.000-2.000 karton, maka seharusnya barang yang datang mencapai 6.000 sampai 12.000 kemasan minyak goreng berukuran 2 liter. Namun, itu semua tetap akan bergantung dengan jumlah stok yang dimiliki oleh pemasok.
“(Satu kali PO) tergantung dari jumlah yang dipunyai pemasok. Kalau satu kali PO bisa 1.000-2.000 karton,” jelas Darmawie. [wip]