(IslamToday ID) – BPJS Ketenagakerjaan mencatat aset program Jaminan Hari Tua (JHT) sebesar Rp 346,92 triliun pada 2020 lalu, naik 9 persen dibanding tahun sebelumnya, yakni Rp 318,3 triliun.
Aset program JHT setara 69,4 persen dari total aset BPJS Ketenagakerjaan yang sebesar Rp 499,58 triliun. Jika dihitung, sekitar 98 persen aset ditempatkan pada investasi. Lalu, sisanya pada piutang investasi, piutang iuran, hingga kas di bank.
Berdasarkan laporan pengelolaan program 2020, penambahan aset JHT mayoritas berasal kenaikan pendapatan iuran dari Rp 47,43 triliun menjadi Rp 49,37 triliun untuk periode sama.
Lalu, pendapatan investasi juga menyumbang Rp 16,15 triliun, turun 22,8 persen dari tahun sebelumnya yang mencapai Rp 20,92 triliun.
Lebih jauh, dana pengelolaan JHT menembus Rp 340,75 triliun pada tahun lalu atau naik 9,01 persen dari tahun sebelumnya, Rp 312,56 triliun.
Kenaikan dana kelolaan membuat dana investasi JHT ikut naik. Dalam portofolio tercatat, dana investasi JHT mencapai 70 persen dari total keseluruhan dana investasi BPJS Ketenagakerjaan. Artinya, JHT merupakan penyokong keuangan utama BPJS Ketenagakerjaan.
Sedangkan khusus untuk hasil investasi dana JHT mencapai Rp 22,96 triliun pada 2020 atau naik 8,2 persen dari tahun sebelumnya, Rp 21,21 triliun.
Sedangkan total liabilitas program yang kini baru bisa diklaim penuh pada usia 56 tahun itu mencapai Rp 363,56 triliun atau melonjak 10,6 persen dari 2019 yang sebesar Rp 328,63 triliun.
Sementara, jumlah orang yang menandatangani petisi penolakan Permenaker No 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT) bisa dicairkan penuh pada 56 tahun terus bertambah.
Berdasarkan pantauan pada Selasa (15/2/2022) pukul 19.35 WIB di website change.org, sudah ada 393.915 orang yang menandatangani petisi penolakan. Jumlah penandatangan daring terus naik sejak pertama kali petisi dibuat pada pekan lalu.
Dari catatan pada Jumat (11/2/2022) pukul 16.56 WIB, petisi baru ditandatangani oleh 125 orang. Sebagai informasi, petisi tersebut dibuat oleh Suharti Ete. Petisi dibuat karena ia merasa aturan baru JHT berpotensi merugikan buruh.
“Padahal kita sebagai pekerja sangat membutuhkan dana tersebut untuk modal usaha setelah di-PHK. Di aturan sebelumnya pekerja terkena PHK atau mengundurkan diri atau habis masa kontraknya bisa mencairkan JHT setelah satu bulan resmi tidak bekerja,” katanya seperti dikutip dari petisi itu. [wip]