(IslamToday ID) – Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menyoroti wacana skema urun dana (crowd funding) dari masyarakat untuk pembangunan Ibukota Negara (IKN). Skema urun dana itu mengindikasikan bahwa ada “problematika” dan “kesalahan kalkulasi” dalam menyusun skema pembiayaan mega proyek ini di tengah minimnya minat investor.
Direktur Eksekutif INDEF Tauhid Ahmad mengatakan sumber pendanaan yang belum sesuai harapan membuat pemerintah mau tidak mau mencari berbagai sumber lainnya. Implikasi lebih jauhnya, katanya, mega proyek IKN terancam mundur dari tenggat bahkan mangkrak.
“Akhirnya salah satu caranya lewat model crowd funding. Tentu saja investasinya dari masyarakat, yang punya uang pribadi, dikelola, diinvestasikan ke proyek-proyek di IKN,” kata Tauhid seperti dikutip dari BBC, Kamis (24/3/2022).
Presiden Jokowi sebelumnya pernah menyatakan bahwa porsi pembangunan IKN yang menggunakan APBN hanya akan berkisar 20 persen dari total kebutuhan anggaran sebesar Rp 466 triliun. Oleh sebab itu, Jokowi juga meminta Otorita IKN fleksibel dan lincah mendapatkan skema pendanaan dari berbagai skema yang ada.
Tetapi di saat yang sama, belum ada satu pun kesepakatan atau komitmen dengan investor asing. Bahkan Softbank, sebagai investor yang diklaim pemerintah menjanjikan investasi Rp 1.000 triliun, menyatakan mundur sebelum ada komitmen di atas kertas.
Pendapat senada juga disampaikan oleh Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira. “Ide ini tiba-tiba muncul di tengah hengkangnya Softbank, mendadak minta crowd funding ini kan cukup panik ya, khawatir proyek IKN tertunda. Kalau andalkan dari APBN, kondisi fiskalnya tidak mendukung karena masih dalam tekanan akibat pemulihan ekonomi,” kata Bhima.
Meski secara konsep skema ini memungkinkan dilaksanakan, Bhima mengatakan penerapannya pada mega proyek IKN tidak pas dan tidak ada urgensinya di saat sebagian masyarakat masih resisten terhadap ambisi pemerintah memindahkan ibukota.
Apalagi, rencana itu disampaikan di tengah situasi ekonomi saat ini yang belum sepenuhnya pulih dari pandemi. Ia memprediksi skema urun dana ini akan sepi peminat. “Crowd funding itu lebih untuk proyek sosial, sementara IKN ini kan akan join dengan investor, sifatnya lebih komersial. Ini jadi pertanyaan besar, apakah masyarakat akan tertarik?” ujar Bhima.
“Dari masyarakat juga sekarang kan sedang menghadapi tekanan biaya hidup, kenaikan harga energi, kenaikan harga pangan, minyak goreng, jadi kalau disuruh rembuk untuk IKN kan tidak pas,” tambahnya.
Sementara itu, Ketua Tim Komunikasi IKN Sidik Pramono menegaskan bahwa skema urun dana muncul bukan karena calon investor menyatakan tidak tertarik lagi di program pembangunan IKN. Menurutnya, pemerintah membidik berbagai sumber pendanaan karena telah berkomitmen untuk tidak membebani APBN.
Mega proyek pembangunan IKN diestimasikan membutuhkan anggaran sebesar Rp 466 triliun. Sejauh ini, sumber pendanaan rencananya berasal dari kerja sama pemerintah dengan badan usaha (KPBU) sebesar 54,6 persen (Rp 254,4 triliun), kemudian dari APBN sebesar 19,2 persen (Rp 89,5 triliun), dan dari pihak swasta sebesar 26,2 persen (Rp 122,1 triliun).
Selain skema APBN, Sidik mengatakan pendanaan IKN juga bisa bersumber dari KPBU, kontribusi swasta murni, dukungan pendanaan internasional, serta penghimpunan dana dari masyarakat dan filantropi.
Sidik mengatakan detail dari skema-skema pembiayaan itu, termasuk rencana urun dana dari masyarakat, masih disusun dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) yang rencananya akan diterbitkan paling lambat pertengahan April 2022.
RPP itu merupakan aturan turunan dari UU No 3 Tahun 2022 tentang Ibukota Negara yang mengamanatkan bahwa pembiayaannya bisa berasal dari APBN maupun sumber lain yang sah dan sesuai peraturan perundang-undangan.
Pada saat yang sama, Sidik mengatakan pemerintah masih menjajaki calon investor potensial untuk berkontribusi pada pembangunan IKN. Sejauh ini, belum ada kesepakatan resmi maupun komitmen investasi yang terbentuk meski pemerintah mengklaim ada ketertarikan dari sejumlah pihak.
“Tentu sejumlah potential investor menyatakan tertarik di program IKN dan tentu saja minat awal ini akan kita lanjutkan lagi dengan pembicaraan lebih intensif, teknis, detail, sehingga berujung pada kerja sama para pihak,” ujar Pramono. [wip]