(IslamToday ID) – Narasi Institute menilai kenaikan harga Pertamax menjadi Rp 13.000 dan penetapan Pertalite sebagai bahan bakar subsidi atau jenis bahan bakar minyak (BBM) khusus penugasan berpotensi membebani masyarakat. Jika pasokan Pertalite berkurang atau bahkan hilang di pasaran, masyarakat akan menanggung akibatnya.
Pengamat kebijakan publik Narasi Institute Achmad Nur Hidayat mengatakan penetapan Pertalite Ron 90 sebagai BBM bersubdisi tercantum dalam Keputusan Menteri ESDM No 37.K/HK.02/MEM.M/2022 tentang Jenis Bahan Bakar Minyak Khusus Penugasan (JBKP). Aturan itu ditetapkan pada 10 Maret 2022.
Achmad menilai berlakunya aturan itu berpotensi membuat pemerintah memperlakukan Pertalite sama seperti Premium. Ia mengkhawatirkan besarnya tunggakan kompensasi pemerintah ke PT Pertamina (Persero) untuk membayar subsidi dapat membuat suplai Pertalite di pasaran kian menipis.
Pemerintah mencatatkan utang kompensasi hingga Rp 109 triliun pada 2021. Jumlah itu meliputi Rp 84,4 triliun kompensasi BBM kepada Pertamina dan Rp 24,6 triliun kompensasi listrik kepada PT PLN (Persero).
“Penetapan hal tersebut (Pertalite sebagai BBM bersubsidi) jangan dianggap kabar gembira oleh masyakarat, karena Pertalite akan bernasib sama seperti Premium, tiba-tiba hilang di pasaran. Premium dan Pertalite akan hilang dari pasaran karena pemerintah tak kunjung membayarkan utangnya kepada Pertamina,” ujar Achmad seperti dikutip dari Bisnis.com, Jumat (1/4/2022).
Menurutnya, pola yang terjadi terhadap Premium itu rentan terulang di Pertalite. Meskipun harganya murah, seiring dengan kenaikan harga minyak dunia, Pertalite berpotensi menjadi langka dan akhirnya publik terpaksa membeli BBM non subsidi yang jauh lebih mahal.
Ia menilai masyarakat menghadapi kondisi yang sulit menjelang Ramadan pada 2022 ini, karena selain kenaikan harga BBM rakyat juga menghadapi kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 11 persen. Hal tersebut menambah daftar masalah, setelah mahal dan langkanya minyak goreng, serta adanya potensi kenaikan harga gula pasir dan daging juga saat bulan puasa nanti.
“Saran terbaik adalah segera atasi masalah-masalah bahan pokok tersebut bukan dengan pencitraan, tetapi dengan kebijakan konkret yang cerdas, di antaranya mobilisasi rakyat untuk hidup lebih mandiri dari hasil produksi sendiri, memenuhi kebutuhan pokok dari kebun rakyat sendiri, pasar oligarki harus diurai, penjahat penimbun harus ditangkap,” ujarnya. [wip]